Senin, 18 Agustus 2008

Renungan


UMMAT YANG TERPELIHARA DENGAN SYARI’AT
( Ust. Rahmani Abdus-Salam )

Dien ini adalah kesetian dan ketulusaan pemihakan terhadap Allah, Rosul, Imam dan Ummat Islam secara keseluruhan: Dari Abu Ruqoyah Tamim bin Aus Ad Dary bahwasanya Nabi saw bersabda: “Ad Dien itu adalah bersikap tulus dan memihak”. Kami (para shahabat) bertanya? “Bagi siapa ya Rosulallah?” Jawab beliau: “Bagi Allah, kitab-Nya, Rosul-Nya, pemimpin-pemimpin Ummat dan muslimin pada keseluruhan-nya.” (H.R. Muslim)

Untuk hadits di atas, nasihat tidak selalu bermakna menasihati (dalam bahasa Indonesia berarti memberikan saran, atau mengingatkan dari kesalahan), sebab jika demikian, bagaimana kita akan menasihati Allah? Tetapi di antara makna dasarnya yakni berlaku tulus dan memberikan pemihakan penuh.

Dalam Al Quran kita akan menemukan arti demikian pada Al Quran : “Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku tulus ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk mengalahkan orang-orang yang berbuat baik, Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. 9:91). Artinya orang yang lemah, sakit dan miskin papa diberi keringanan untuk tidak berjihad langsung di front, selama mereka tetap memihak kepada Allah dan Rasulnya, yang hukum-hukumnya berlaku di Madinah kala itu.

Kesetiaan, pemihakan dan berlaku tulus kepada muslimin serta giat untuk terus mengusahakan terciptanya kebaikan pada ummat Islam, pada masa nabi saw, bahkan merupakan satu point dalam bai’at: Dari Jarir Ibnu ‘Abdillah ra. Berkata: “saya telah berbai’at kepada Rosulullah saw untuk senantiasa menegakkan shalat, menunaikan zakat dan berlaku tulus, memihak kepada muslimin” (H.R. Bukhary-Muslim). Dari Ana ra. Dari Nabi saw,beliau bersabda: “Tidaklah sempurna iman salah seorang di antara kamu sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. (H.R. Bukhary-Muslim).

Sikap tulus kepada sesama mukmin yang telah berhijrah itu dibuktikan dengan saling menjaga, saling memelihara agar hukum Allah tetap tegak dalam kebersamaan kita. Sebab sikap saling membiarkan, apakah itu karena sikap “sungkan, ewuh pakewuh” atau takut menimbulkan masalah, malah sebenarnya bisa menjadi “sumber munculnya” masalah itu sendiri: Dari Nu’man bin Basyir ra. Dari Nabi saw: beliau bersabda: “Perumpamaan orang yang senantiasa melaksanakan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya adalah bagaikan orang-orang yang membagi tempat dalam kapal laut, dimana sebagian ada yang di atas dan ada pula yang di bawah. Orang-orang yang berada di bawah ketika mereka memerlukan air harus naik ke atas yang sudah barang tentu mereka mengganggu yang berada di atas, kemudian mereka berkata: “Kami akan melubangi saja bagian kami ini (yang di bawah) sehingga tidak mengganggu orang-orang yang di atas”. Jika mereka membiarkan apa yang dikehendaki orang-orang yang di bawah tadi (membocorkan kapal, dengan alasan tidak mau merepotkan yang di atas), niscaya akan binasalah semua (para penumpang kapal) itu; tetapi bila mereka mencegah perbuatan orang-orang tadi, maka selamatlah mereka semua”.(H.R. Bukhary).
Agar ukhuwah diantara sesama mukmin yang telah berhijrah terpelihara, maka ada dua hal selalu dihindari, yakni ;

Pertama : jangan sekali-kali membiarkan terjadinya kedzaliman, baik diantara sesama ummat, sesama mujahid atau antara ummat dengan amir (pemimpin). Mulai dari hal yang kecil, hindari meminjam uang yang tidakdi kembalikan dengan alasan “Ikhwan pasti mengerti kesulitan saya.” Hindari meminjam buku tidak dikembalikan, apalagi kedzaliman yang lebih besar dari itu, sebab ini akan meruntuhkan sendi-sendi kesatuan ummat berjuang.

Kedua ; suburkan sikap rela berkorban, jauhi sikap kikir. Nabi menyatakan bahwa hal ini menjadi sebab kebinasaan ummat sebelum kita. Kita harus takut bila kita ternyata bukan dihancurkan oleh musuh kita (yang membuat kita mendapat nilai syuhada) tapi hancur oleh kekikiran diri kita sendiri dan disebabkan kedzaliman diantara kita sendiri. Dari Jabir ra. Bahwasannya Rosulullah saw bersabda: “Takutlah (hindari!) oleh kamu sekalian kezhaliman, karena kezhaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat, dn takutlah (hindari!) oleh kamu sekalian kekikiran karena kekikiran itu membinasakan ummat sebelum kalian, dan hal itulah yang mendorong mereka untuk mengadakan pertumpahan darah dan menghalalkan apa yang diharamkan bagi mereka.” (H.R. Muslim).

Untuk itu, ada hal-hal yang perlu diperhatikan bagi seorang mukmin yang telah berhijrah ;

1. Bila saudara teringat bahwa ada barang yang bukan milik anda di rumah anda, maka segeralah kembalikan atau minta kehalalannya, bila tidak maka sebanyak benda yang bukan milik anda itu terbawa mati, maka sebanyak itu pula kebaikan anda akan diambil Allah dan diberikan kepada orang-orang yang anda ‘miliki’ hak mereka secara tidak syah. Dan bila anda meninggal dengan tidak cukup membawa kebaikan, maka anda akan menanggung keburukan orang-orang yang harta bendanya tertahan di tangan anda tadi sebanding dengan nilai harta yang anda tahan tersebut. Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi saw. Beliau bersabda: “barang siapa yang pernah menganiaya saudaranya baik yang berhubungan dengan kehormatan diri (misalnya mengumpat, mencela, menghina, ghibah dst –pen) maupun yang berhubungan dengan harta benda, maka hendaklah ia minta dihalalkan sekarang juga sebelum datang saat dimana dinar dan dirham tidak berguna, dimana bila ia mempunyai amal shalih maka amal itu akan diambil sesuai kadar penganiayaannya, dan bila ia tidak mempunyai kebaikan, maka kejahatan orang yang dianiaya itu akan dibebankan kepadanya”. (H.R. Bukhory).

2. Berusahalah untuk terus menjaga identitas kemusliman dan semangat hijrah kita. Kualitas kemusliman kita diukur dengan seberapa disiplin kita untuk tidak berlaku aniaya terhadap saudara muslim, dan semangat hijrah itu harus dibuktikan dengan kesungguhan diri dalam menjauhi segala apa yang dilarang Allah. Dosa, aniaya dan tindakan keji lainnya adalah cela yang mengotori jihad para pejuang Islam, hindarilah itu, ingatlah salah satu point ikrar kita: “tidak akan membuat noda atas Ummat Islam Bangsa Indonesia”. Dari’Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash, beliau bersabda: “Muslim itu adalah orang yang membuat kaum muslimin selamat dari gangguan lisan (keburukan perkataan) dan tangan (kejahatan perbuatannya). Dan orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah”. (H.R. Bukhory). Artinya ketika anda berlaku aniaya pada muslimin yang lain, maka pada saat itu kadar kemusliman anda berkurang.

3. Jadilah mukmin dan mujahid yang amanah, dan ketahuilah bahwa ini adalah bagian tersulit dalam tuntutan dienul Islam. Seringkali orang mampu melakukan amalan-amalan sholeh yang lain, tapi tergelincir ketika diberikan amanah kepadanya. Padahal tidak bermakna Ad Dienul Islam yang diakui seseorang jika ia tidak amanah atas apa yang dipercayakan kepadanya. Bahkan kekuatan perjuangan akan bocor di sana-sini, bila para pemangku amanah tidak bersungguh-sungguh menunaikan tugas yang dipercayakan kepadanya. Dari ‘Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata kami tengah duduk-duduk bersama Rosulullah saw. Tiba-tiba muncul seseorang dari mereka yang berkedudukan tinggi (status sosialnya), kemudian dia berkata: Ya Rosulullah, kabarkan kepadaku apa yang paling sulit dilaksanakan dalam Dienul Islam ini dan apa yang paling ringan daripadanya? Maka berkata Rosulullah saw. Yang paling ringan untuk dilaksanakan adalah “Syahadat Lailaha Illallah wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuluhu” adapun yang paling berat, wahai saudara yang berkedudukan tinggi, adalah “Amanah”. Sesungguhnya tidak (bernilai) dien (nya) orang yang tidak amanah, demikian juga tidak bernilai sholat dan zakatnya. Wahai saudara yang berkedudukan tinggi, sesungguhnya siapa yang mendapatkan harta dari hal yang haram, kemudian dia membeli pakaian dengannya maka tidak akan diterima sholatnya hingga ia melepaskan pakaiannya yang (berasal dari) yang haram itu. Sesungguhnya Allah terlalu mulia dan tinggi (tidak mungkin) akan menerima amal seseorang, demikian juga sholatnya sedang padanya ada pakaian yang berasal dari yang haram. H.R Al Bazaar

4. Berwaspadalah ketika anda berhubungan dengan uang ummat, terutama menyangkut Baytul Mal. Bila kita termasuk orang orang yang berhutang ke Baytul Mal, maka berdo’alah agar kiranya Allah segera memampukan kita untuk mengembalikan harta ummat Islam berjuang itu. Sebab menggunakan harta Baytul Mal secara tidak syah, walau hanya seharga jarum, akan “diaudit“ langsung oleh Allah di hari kiamat kelak: Dari ‘Ady bin Amiroh ra, berkata: saya mendengar Rosulullah saw bersabda: “Barang siapa yang kami tugaskan untuk mengumpulkan dana kemudian ia menyembunyikannya walau sekecil jarum atau lebih (kecil dari itu), dengan maksud untuk diambilnya, maka pada hari kiamat ia akan datang (menghadap Allah) dengan membawa apa yang disembungikannya itu.” Kemudian bangkitlah seorang hitam dari kalangan Anshor yang seakan-akan saya pernah melihatnya, ia lantas berkata: “Wahai Rasulullah, terimalah kembali tugas yang telah tuan bebankan kepada saya.” Rosulullah saw bertanya: “Mengapa mesti demikian?” Ia menjawab: “Karena saya mendengar tuan berkata begini dan begini” (Ia sangat ketakutan dengan resikonya di akhirat bila ia tidak bisa amanah). Beliau bersabda: “Sekarang saya tegaskan, barangsiapa yang telah kami serahi tugas maka ia harus melaksanakannya baik ia akan mendapatkan hasil yang sedikit maupun akan mendapatkan hasil yang cukup banyak. Dan apa yang diberikan untuk dirinya maka ia boleh mengambilnya dan apa yang terlarang untuk dirinya maka ia tidak boleh mengambilnya.” (H.R. Muslim). Harta Baytul Mal adalah hartanya Allah, orang-orang yang menyalah gunakannya akan berurusan langsung dengan Allah dan menerima akibatnya kelak: Dari Khaulah binti Tsamir Al Anshariyah, ia adalah isteri Hamzah ra. berkata: Saya mendengar Rosulullah saw bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang menyalah gunakan harta Allah (baytulmal dan yang semisal dengannya) maka nanti pada hari kiamat mereka dimasukkan ke dalam Neraka.” (H.R. Bukhary).

5. Berhati-hatilah jangan menumpahkan darah secara tidak hak, sebab Rosulullah bersabda: Dari Ibnu ‘Umar ra, berkata: Rosulullah saw bersabda: “Orang mukmin senantiasa berada dalam kelapangan dalam melaksanakan diennya, selama ia tidak menumpahkan darah yang haram.” (H.R. Bukhory).

Demikianlah beberapa hal yang harus kita perhatikan. Insya Allah, bila kita menjaga perintah-perintah Allah, disiplin melaksanakannya dan menjauhi segala larangannya, maka Ummat mujahidin ini akan senantiasa di bawah pemeliharaan Allah, dibesarkanNya, dijagaNya sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits: “Jagalah Allah (laksanakan perintahNya), niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah (dan jauhi laranganNya) niscaya akan kau dapati Allah selalu di hadapanmu (memberikan dukungan dan pertolongan). Jika engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Allah. Jika engkau minta bantuan atau pertolongan, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, andai seluruh manusia berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu, maka mereka akan gagal memberikan manfaat kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah taqdirkan untukmu. Dan jika seluruh manusia berkumpul untuk membuatmu bahaya dengan sesuatu, maka mereka pun gagal membahayakanmu, kecuali dengan sesuatu yang telah ditaqdirkan Allah akan mencelakakanmu. Telah diangkat kalam dan telah kering tulisan dalam lembaran (taqdir). H.R. At Tirmidzi dan dia berkata hadits ini hasan-shohieh. Teruslah membangun Dakwah Islamiyah hingga terwujud daulah yang penuh berkah ini, kekurangan yang bersifat manusiawi di kalangan ummat maupun mujahid, pastilah ada, itu merupakan bagian dari dinamika pembangunan masyarakat berjuang, janganlah kekecewaan kita pada seseorang membuat kita memecah ( membatalkan) ikrar yang pernah diucapkan. Rosulullah saw bersabda: "Barang siapa yang melihat dari amirnya “sesuatu” yang membuat ia tidak suka, maka hendaknya bershabar atasnya (memperbaiki, jangan sampai dijadikan alasan untuk keluar dari jama’ah). Karena sesungguhnya barang siapa yang keluar dari jama’ah walau sejengkal, kemudian dia mati, maka kematiannya adalah kematian jahiliyah” (H.R. Bukhory 7054). “Wajib atas setiap muslim mendengar dan ta’at dalam hal yang ia suka ataupun tidak suka (sepanjang itu perintah dari pemerintahan Islam), kecuali jika ia diperintah untuk bermakshiyat. Maka bila dia diperintah untuk berbuat makshiyat, maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib tha’at” (H.R. Muslim).

Hendaknya setiap mukmin yang telah berhijrah dijalan Allah dan menjual diri kepada Allah, bersungguh-sungguh untuk memikirkan kemajuan ummat, dan bergerak bersama dengan ummat dalam suka dan duka untuk kemajuan bersama. Anda harus sadar bahwa anda punya ummat yang akan menuntut anda di akhirat, sebagaimana ummat pun harus sadar, bahwa mereka mempunyai pemimpin yang harus mereka bantu, untuk terlaksananya program perjuangan hingga terwujud secara de facto dan de jure. “Setiap Amir yang diserahi urusan muslimin kemudian dia tidak bersungguh-sungguh untuk memimpin mereka dan berlaku tulus dalam mengarahkan (nasihat) kepada ummatnya, maka amir semacam ini tidak akan masuk syurga bersama muslimin” (HR. Muslim). Barang siapa yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat kemudian ia mati, padahal dihari kematiannya ia tengah berlaku curang, menipu, berkhianat pada rakyatnya, maka Allah haramkan ia untuk masuk ke dalam syurga (HR. Muslim).


Tidak ada komentar: