Minggu, 17 Agustus 2008

Koreksi Fiqih

FATWA ULAMA AHLUSSUNNAH TENTANG HUKUM TERLIBAT SECARA LANGSUNG DI DALAM PARLEMEN (SEBAGAI ANGGOTA DPR / DPRD)DI NEGARA SEKULER (NEGARA YANG TIDAK MEMBERLAKUKAN SYARI’AT ALLAH

Parlemen di negeri-negeri umat Islam yang ada sekarang, pada dasarnya merupakan hasil jiplakan parlemen di negara demokrasi, dan melakukan apa yang dilakukan oleh parlemen tersebut, seperti legislasi hukum, memberikan dan mencabut mandat kepada para penguasa, meski hanya simbolik. Karenanya, hukumnya sama, dalam konteks aktivitas yang dilakukannya, seperti aktivitas legislatif, memberikan dan mencabut mandat kepada para penguasa, menjadi anggota, mencalonkan diri menjadi anggota dan pemilihan para calon legislatif.

Parlemen ini melakukan legislasi sistem dan perundang-undangan non-Islam, bahkan bertentangan secara mendasar dengan Islam. Karena itu, parlemen tersebut melakukan legislasi sistem dan perundang-undangan Kufur, dan itu merupakan aktivitas yang diharamkan oleh Islam. Islam bahkan telah menganggapnya sebagai masalah penuhanan (rubûbiyyah). Allah SWT. berfirman: Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) al-Masih putera Maryam (Q.s. at-Taubah: 31).

Islam juga telah menganggapnya sebagai bentuk berhukum kepada Taghut, yang justru kita telah diperintahkan agar mengingkarinya. Allah berfirman: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (Q.s. an-Nisa’: 60). Itu juga bisa dikatakan mengikuti jalan, bukan jalan orang Mukmin. Allah berfirman: Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mu’min, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali. (Q.s. an-Nisa’: 115).

Disamping, karena itu merupakan aktivitas yang tidak sesuai dengan tuntunan kaum Muslim, maka aktivitas tersebut tertolak. Berdasarkan sabda Nabi saw. sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Muslim dari Aisyah, yang menyatakan: Rasulullah saw. bersabda: Siapa saja yang melakukan aktivitas, sementara aktivitas itu tidak sesuai dengan tuntunan kami, maka aktivitas itu akan tertolak.

Juga, karena memberikan mandat kepada para penguasa yang melaksanakan sistem dan undang-undang Kufur sama artinya dengan rela terhadap pemerintahan yang tidak berdasarkan apa yang telah diturunkan oleh Allah, dan tolong-menolong dalam perbuatan dosa, mendukung orang-orang zalim. Dan, Allah telah mengharamkan semuanya itu kepada orang-orang Mukmin. Inilah hukum keterlibatan dalam aktivitas legislatif (pembuatan hukum) dan pemberian mandat kepada para penguasa di parlemen.

Adapun hukum pencalonan anggota majelis ini (Anggota DPR / MPR), maka harus dikaji terlebih dahulu; jika pencalonan tersebut dimaksud untuk menjadikan parlemen sebagai sarana untuk mengemban dakwah dalam rangka mengembalikan pemerintahan berdasarkan apa yang telah diturunkan oleh Allah (menegakkan pemerintahan Islam), atau sarana untuk mengoreksi pemerintahan—yang memerintah—berdasarkan hukum-hukum Kufur, atau mimbar untuk mengoreksi para penguasa berdasarkan hukum-hukum Islam, maka semuanya itu diperbolehkan, dan tidak ada masalah.

Namun, jika pencalonan tersebut dimaksud untuk mendapatkan keanggotaan dan bisa terlibat dalam seluruh proses yang dilakukan oleh parlemen, seperti aktivitas legislatif, pemberian mandat kepada para penguasa dan aktivitas-aktivitas lain, maka hal itu hukumnya haram, karena itu merupakan sarana yang mengantarkan pada keharaman—yaitu keterlibatan dalam membuat hukum-hukum Kufur dan pemberian mandat kepada orang-orang yang zalim— sedangkan sarana yang mengantarkan pada keharaman itu statusnya diharamkan.

Adapun hukum pemilihan calon anggota legislatif, maka harus dikaji terlebih dahulu; jika hal itu dilakukan untuk memilih orang yang dicalonkan dalam rangka menjadikan parlemen tersebut sebagai sarana dakwah kepada Islam untuk mengembalikan pemerintahan berdasarkan apa yang telah diturunkan oleh Allah (menegakkan pemerintahan Islam), atau untuk memerangi pemerintahan—yang memerintah—berdasarkan hukum-hukum Kufur, atau untuk mengoreksi para penguasa jika keputusannya bertentangan dengan syari’at Allah, maka hal itu diperbolehkan, dan tidak ada masalah. Namun, jika dilakukan untuk memilih orang yang ingin menjadi anggota parlemen, agar mereka bisa terlibat dalam proses yang dilakukan oleh parlemen, seperti aktivitas legislatif, pemberian mandat kepada para penguasa dan aktivitas-aktivitas parlemen yang lain, maka itu hukumnya haram.

Kaum Muslim juga tidak diperbolehkan untuk terlibat dalam pemilihan mereka. Sebab itu merupakan sarana yang mengantarkan pada keharaman, dan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan, sementara sarana yang akan mengantarkan pada keharaman hukumnya diharamkan. Demikian juga tolong-menolong dalam perbuatan dosa juga telah diharamkan oleh Islam. Allah berfirman: Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya (Q.s. al-Maidah: 02).

Tidak ada komentar: