Senin, 18 Agustus 2008

Dialog dan Wawancara

DIALOG SEPUTAR PENERAPAN SYARI’AT ISLAM DI NUSANTARA
(WAWANCARA UST. DR. QUTHUB RABBANI )

Bismillahirrohmaanirrohiim

BAGAIMANA SIKAP USTADZ MENGHADAPI MARAKNYA TUNTUTAN PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI REPUBLIK INDONESIA ?
Jawab :

1. Pihak Darul Islam pada umumnya, saya sendiri pada khususnya, tentu saja menyambut baik tuntutan ini. Ini menunjukkan meningkatnya kesadaran di kalangan masyarakat Islam, bahwa Al Quran adalah pedoman seluruh ummat manusia, bukan hanya pedoman untuk muslimin saja (S.2:185) dan mereka menyadari bahwa Al Quran adaah hukum bagi segenap manusia, bukan melulu untuk kaum muslimin (S.4:105). Ini merupakan kesadaran yang revolusioner.

2. Saya bersyukur kepada Allah, ternyata usaha yang dulu diperjuangkan oleh Asy Syahid Sekarmadji Kartosoewirjo, kini menjadi tuntutan massal kaum muslimin. Alhamdulillah, mereka mulai menyadari universalitas Islam. Namun tentu saja tuntutan ini harus lebih fokus lagi, bagaimana agar di tingkat praktis muslimin sanggup meyakinkan, baik terhadap fihak muslimin awam, dan juga non muslim lainnya, bahwa hukum Islam yang dimaksud di sini adalah hukum Islam berlaku sebagai “Public Law”. Secara pribadi orang bebas untuk meyakini agama masing masing, bahkan dijamin kebebasannya dalam melaksanakan ajaran masing masing. Hukum Islam yang dimaksud, diantaranya adalah hukum public (hukum pidana) yang di dasarkan pada keadilan hukum Islam. Jadi yang diatur adalah domain masyarakat, dan negara.

3. Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan orang-orang yang ada di dalamnya (seperti hukum pidana), juga hukum yang mengatur antara negara dengan bagian-bagiannya, hubungan negara dengan negara lain (hukum Internasional), serta yang berkenaan dengan tugas kewajiban aparat pemerintahan negara tersebut (hukum administratif atau hukum tata usaha negara). Inilah yang akan diatur oleh syari’ah Islam.

4. Berbeda dengan hukum publik (Public Law) yang menitik beratkan pada hubungan hukum antara perotangan dengan negra. Hukum Privat lebih menekankan pada perlindungna kepentingan perorangan dalam hubungannya dengan orang lain, seperti hukum perdata, hukum perniagaan, hukum perkawinan dsb. Dalam hal ini keyakinan agama seseorang ikut dipertimbangkan. Bahkan dalam negara Islam, bila hubungan itu menyangkut komunitas satu kelompok agama, dan pada agama mereka telah ada hukum yang mengatur hal tersebut, maka mereka diputuskan menurut hukum agama mereka. Yang saya sayangkan adalah, tuntutan penegakkan syari’ah Islam, seringkali tidak menyeluruh, yang terbayang di benak mereka hanyalah, semua wanita berkerudung, waktu sholat jalanan sepi, karena semua berjama’ah di masjid, dihapuskannya minuman keras dan judi. Bukan berarti itu salah, namun sasaran yang sebenarnya dalam penerapan syari’ah adalah kepastian hubungan hukum antara warga dengan negara diatur oleh syari’ah Islam. Yang pernik pernik tadi, dengan sendirinya akan menjadi budaya yang tumbuh subur, sudah menjadi konsekwensi logis yang akan terjadi, bila Hukum Publik sudah berdasar pada Islam.

5. Sebenarnya ada masalah yang lebih mendasar untuk ditanyakan: "Apakah tuntutan pemberlakuan hukum Islam ini sudah tepat sasaran?" Yang saya maksud dengan tepat sasaran adalah "Apakah menuntut sebuah Negara Non-Islam (Republik Indonesia) untuk memberlakukan hukum Islam adalah satu tuntutan yang tepat?" Padahal kita tahu, bahwa sejarah kelahiran Republik Indonesia diawali dengan pencoretan atas kewajiban (negara) dalam memberlakukan hukum Islam, sekalipun hanya untuk pemeluknya sendiri. Sedangkan tuntutan pemberlakuan hukum. membutuhkan prasyarat, prakondisi, termasuk perubahan "groundnorm" atau norma dasar negara itu sendiri. Saya hanya khawatir bahwa, mereka salah sasaran dalam mengajukan tuntutan, akhirnya ketika tuntutan mereka tidak dikabulkan, terjadilah chaos dan kekacauan. Jika tuntutan penerapan syari’at Islam ini metreka ajukan pada Republik Indonesia, berarti mereka telah menuntut kepada sebuah negara yang tidak dalam kapasitas untuk memberlakukan hukum Islam. Kenyataan sekarang sudah cukup menjadi bukti, di tempat mana, pihak Republik Indonesia, dengan malu-malu terpaksa menerima tuntutan masyarakat untuk memberlakukan syari'at Islam, pada prakteknya, yang diakomodir untuk berlaku bukanlah hukum public Islam secara kaffah. Dan pelaksanaannya terasa lambat, terseret seret, bahkan macet.

6. Kalau diibaratkan pada sebuah komputer Hukum public Islam adalah program terapan yang perlu dukungan operating system yang kompatible dengannya. Bila tidak, maka betapapun baiknya sebuah program terapan, jika operating systemnya tidak kompatible, maka bukannya jalan dengan sempurna, tetapi malah 'hang'. Sehingga yang seharusnya jadi tuntutan pertama bukanlah berlakunya hukum Islam itu, tetapi hadirnya sebuah sistem yang kompatible dengan hukum Islam. Dan kami berkeyakinan hanya Negara Islam yang mampu memberlakukan syari'at Islam secara menyeluruh dan menjamin keadilan bagi seluruh manusia, baik muslim maupun non muslim.Dan kenyataan membuktikan, bahwa hukum Islam di dunia ini hanya bisa berjalan di dalam bnegara negara Islam, memang di tingkat praktek di sana sini, masih perlu pembenahan, namun terbukti hukum Islam bisa "running" di sana. Saya balik bertanya, di negara non Islam yang mana, hukum Islam bisa diberlakukan?

7. Mungkin ada pembaca yang mengatakan, hukum Islam "sholat, puasa" bisa berlaku sekalipun di negara Non-Islam. Yang saya maksud bukan hukum pribadi, dan memang dalam urusan pribadi, kita tidak berhak memaksakannya pada masyarakat, apalagi terhadap masyarakat majemuk, Islam melarangnya (La ikroha fiddin - S.2:256) Justru yang dimaksud adalah hukum public Islam. Kalau mereka menuntut pemberlakuan syari'at Islam, tapi ternyata yang dimaksud bukan hukum public Islam, maka saya khawatir bisa disikapi fihak non Islam sebagai pemaksaan atas kebebasan pribadi dalam menjalankan agama masing masing. Jika demikian, maka ini adalah gejala dominasi satu agama (Islam) untuk agama lain. Andai mereka mengajukan tuntutan itu pada pihak Darul Islam dan menyatakan siap untuk bersama sama Darul Islam dalam merealisasikannya. Maka kami menyambutnya dengan baik, sebab buat Darul Islam, berlakunya syari'at Islam bukan lagi tuntutan, tapi MEMANG Darul Islam, hadir dalam kapasitas untuk memberlakukan Hukum public yang Islam tadi. Sayangnya Negara yang didirikan SENGAJA untuk menegakkan hukum Islam (Darul Islam) ini, malah disalah fahami orang, sedang terhadap negara yang didirikan bukan untuk menegakkan hukum Islam, mereka ramai ramai menuntut supaya Hukum Islam diberlakukan di sana.

APA SESUNGGUHNYA ALASAN DI BALIK TUNTUTAN PENERAPAN SYARIAT ISLAM?

Jawab :
Dua hal: Pertama, kenyataan bahwa hukum-hukum yang didasarkan pada konsep sekular terbukti gagal untuk menciptakan kedamaian dan ketertiban hukum di dunia ini. Di Republik Indonesia misalnya, Hukum Pidana, demikian pula Hukum Perdata yang diambil dari Wetboek van straf recht dan Burgelijk wet Boek di jaman belanda, telah gagal. kedua, munculnya kesadaran akan universalitas hukum Islam. Sehingga muslimin tidak terkungkung dengan kewajiban pribadinya terhadap Tuhan belaka, tapi juga mulai menyadari tanggung jawab sosial mereka sebagai bagian dari masyarakat dunia. Dan mereka sadar bahwa hukum Islam terbukti dalam sejarah, pernah menjadi “Public Law” yang berjaya selama 1000 tahun peradaban Islam dan membawa keadilan bagi seluruh manusia, baik muslim maupun non muslim. Dengan demikian, hadirnya kembali Islam sebagai “Public Law”, adalah tak terhindarkan, ia sudah terekam di alam bawah sadar peradaban manusia. tinggal bagaimana sekarang kebijakan muslimin untuk menghadirkannya kembali ke permukaan.

MENURUT USTADZ, KELOMPOK MANA SAJA DAN BERBASIS DI DAERAH MANA SAJA, SERTA BAGAIMANA ORIENTASI POLITIK MEREKA YANG MENDUKUNG PENERAPAN SYARIAT ISLAM?

Jawab :
Setiap muslimin yang jujur dengan keimanannya, tanpa memandang basis daerah maupun orientasi politik, pasti akan menerima bahkan mendukung seruan berlakunya hukum Islam. Lihat S.33:36 Bahwa yang namanya mukmin tidak pantas memiliki pilihan lain, ketika hukum Allah dan Rosulnya ditegakkan, bahkan itulah satu satunya orientasi mereka, tegaknya Hukum Islam di muka bumi. Dan populasi muslimin yang sudah tiba pada kesadaran ini, hampir merata di seluruh nusantara. Terbukti darul Islam diterima di seluruh peloksok Nusantara, dari Kota sampai ke desa desa, bahkan informasi terakhir, Darul Islam telah berhasil mendapat dukungan 22 juta muslimin di Nusantara. Mereka berasal dari berbagai lapisan sosial, bahkan banyak di antara mereka yang juga aktif di partai parti politik yang kini ada di Republik Indonesia. Namun mereka tahu DI-RI, mereka tahu DI dan tahu RI, sehingga mereka sadar persis smapai sejauh mana keterbatasan kapasitas RI dalam menerima hukum Islam sebagai “Public Law”, dan seluas mana kapasitas Darul Islam untuk melaksanakannya. Ini hanya soal waktu dan kematangan situasi. Insya Allah secara damai akhirya masyarakat akan menemukan tempat yang tepat dimana tuntutan mereka akan memperoleh kelapangan seluas luasnya.

Bila Republik Indonesia menerima berlakunya Islam sebagai “Public Law”, berarti Republik Indonesia telah merubah kepribadian negaranya, satu hal yang bisa dikatakan mustahil dilakukan oleh sebuah negara. Itulah sebabnya banyak muslimin, sekalipun aktif di partai politik formal, bekerja sebagai pegawai di Republik Indonesia, mulai melirik Darul Islam sebagai satu alternatif. Sebab Darul Islam memang sebuah negara yang kepribadiannya sejak semula berkapasitas untuk melaksanakan “Public Law” Islam. Dan jangan salah Darul Islam bukan hanya di Indonesia, Darul Islam adalah pergerakan muslimin sedunia, sebuah gerakan semesta yang mendukung tegaknya “Public Law” Islam. Di Indonesia usaha Darul Islam ini pernah digagas oleh kelompok puritan dari Partai Syarikat Islam, hingga pada puncaknya SM Kartosoewirjo yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Partai Syarikat Islam Indonesia, memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia.

Hari ini gerakan Darul Islam bukan hanya diorganisir di bawah NII, setiap muslimin yang menghendaki tegaknya hukum Publik Islam, maka mereka sudah memposisikan dirinya di pihak Darul Islam, bersama dengan muslimin di berbagai belahan dunia lainnya yang juga menghendaki Islam sebagai “Public Law”. Justru persamaan keyakinan inilah yang kini menyatukan mujahidin warga RI dengan mujahidin warga NII, sehingga kekuatan Darul Islam bukan hanya dibangun oleh para pejuang Negara Kurnia Allah NII saja, tapi kini memperoleh kekuatan dari para pejuang darul Islam di tubuh Republik Indonesia sendiri bahkan asosiasi pejuang Darul Islam seluruh dunia. Ini benar benar perkembangan yang patut disyukuri. Tinggal kami menyeru pada mujahidin yang telah berorientasi Darul Islam, tapi masih menjadi warga Republik Indonesia, agar segera mempertimbangkan posisinya sebagai warga Darul Kufr itu. Saya menyeru mereka untuk segera hijrah. Sebab Nabi Muhammad saw pernah bersabda dalam Hadits Riwayat Abu Dawud: Saya berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal bersama musyrikin[1]. Pancasila adalah salah satu dari fenomena itu, tak pantas mereka berada di sana.

BAGAIMANA MENGATASI PROBLEM AJARAN YANG PENAFSIRANNYA TIDAK BISA DIMONOPOLI HANYA OLEH SATU KELOMPOK?

Jawab :

Itulah sebabnya kita memerlukan negara sebagai pihak yang diterima seluruh rakyat, sebagai organisasi hukum tertinggi yang berhak menegakkan bahkan memaksakan hukum itu di kalangan rakyat. Dengan demikian tercipta tertib hukum, dan stabilitas hukum itu sendiri. Sebab, andai setiap orang berhak menjalankan hukum sendiri sendiri, berhak menafsirkan hukum dan menjalankannya sesuai dengan tafsirannya sendiri sendiri, maka kekacauan akan terjadi, hukum tidak lagi tertib. Dan jangan salah, proses diundangkannya hukum dalam negara Islam, harus melewati dewan Suro dan Majlis Syuro, sehingga memungkinkan aspirasi berbagai kelompok, variasi penafsiran, bisa bertemu di majlis tersebut, dan hal yang disepakati di dalam oleh majlis itulah yang keluar sebagai undang undang.
Dengan demikian, variasi penafsiran itu justru memperoleh tempat untuk dipertaruhkan dan diuji kelayakannya untuk berlaku di masyarakat, lewat musyawarah tadi. Tidak seperti di dalam negara Non-Islam, berbagai variasi pemikiran, dapat saja berkembang tanpa batas, mempengaruhi banyak orang, dan dilaksanakan sendiri sendiri, sehingga yang terjadi adalah konflik di masyarakat. Di sini kita menyadari, betapa pentingnya peran negara dalam mengakomodir berbagai penafsiran itu, serta menghasilkan yang terbaik untuk masyarakat dalam bentuk undang undang, sehingga terjamin tertib pelaksanaannya.

BAGAIMANA DENGAN BERBAGAI KELOMPOK ISLAM SENDIRI YANG TIDAK SEMUANYA MENDUKUNG PENERAPAN SYARIAT ISLAM. MENGAPA MEREKA MENOLAK?

Jawab :

Pertama saya ingin koreksi dulu, bahwa bukan "kelompok Islam" tapi "kelompok muslim". Sebab Islam itu standard, hanya satu sebagaimana yang diturunkan Allah lewat Nabi Muhammad saw. Namun setelah diterima manusia, maka perbedaan kapasitas, ilmu, budaya dsb membuat manusia manusia tadi berbeda beda dalam menafsirkan Islam itu. Jadi lebih tepat kita katakan "kelompok Muslimin". Tentang adanya kelompok muslimin yang tidak mendukung penerapan syari'at Islam. Ini pun harus diperjelas lagi, tidak mendukung penerapan syariat Islam di tingkat mana, dalam lingkup dirinya pribadi, keluarga, atau negara? Kalau ada muslimin yang tidak mendukung penerapan syari'at Islam di lingkungan dirinya sendiri dan keluarga, maka naif sekali. Saya malah mempertanyakan kesadaran dan pemahaman mereka akan Islam yang sempurna dan adil ini. Kalau mereka tidak mendukung penerapan syari'at Islam dalam lingkup negara, maka saya menduga, mereka belum sempurna menyadari misi Islam dan fungsi negara Islam itu sendiri. Sehingga terhadap mereka tidak perlu divonis dengan ungkapan macam macam, tapi harus dialog, diajak untuk kembali pada pemahaman syari'at yang menyeluruh, lengkap dan sempurna, seperti disebutkan dalam surat Al Nahl (16) : 125. Persoalan menjadi rumit karena muslimin yang menentang penerapan syari'at ini selalu berkilah dengan segala kelemahannya dalam menyadari kesempurnaan syari'at, dan mereka menutupi hati nuraninya sendiri. Andai mereka bertanya ke dalam hati nuraninya, apa yang Allah wajibkan atas diri mereka, kemudian dengan hati yang jernih mereka membaca Al Quran dan bagaimana Nabi Muhammad saw memperjuangkan pelaksanaan syari'ah dalam hidupnya, tentu mereka akan menemukan letak kekeliruan pemikirannya. Mereka selalu bermanis manis tentang perlindungan muslimin atas non muslim, kebaikan muslimin atas non muslim dsb, tapi mereka lupa, bahwa di masa awal Rosulullah saw, seluruh kebaikan muslimin tadi tidak membuat mereka lupa untuk menegakkan Islam sebagai Publik Law, sebagai hukum yang tertib, melindungi baik muslim maupun non muslim. Muslimin masa awal berbaik baik pada non muslim sebagai kewajiban yang diundangkan Negara Islam ketika itu. Hari ini banyak muslimin yang bermanis manis terhadap non muslim, karena sebenarnya mereka sudah kalah secara mental untuk menegakkan publik law Islam tadi. Adalah lebih baik mengaku sedang kalah, dari pada memutar mutar lidah, mengemukakan bahwa kondisi Islam yang tidak menegara adalah sesuatu yang memang demikian seharusnya. Kalu begitu mengapa Rosulullah tidak berbuat seperti mereka saja???

BUKANKAH ISLAM TIDAK MEMILIKI KONSEP KENEGARAAN YANG FINAL SEBAGAIMANA NEGARA DEMOKRASI MISALNYA?

Jawab :

Saya balik bertanya, siapa yang bilang bahwa demokrasi punya konsep yang final? justru demokrasi membuka peluang perubahan demi perubahan dalam konsep bernegara! Karena dalam demokrasi sekuler aspirasi manusia diakomodir tanpa batasan, kecuali kalah dan menang suara. Padahal kita bisa mengukur seberapa lama, alur satu "suara' bisa dipertahankan.

Berbeda dengan demokrasi, Syuro dalam Islam, sudah ada rumusan baku, yang diterima bersama oleh mukminin yang akan menjalankan musyawarah. Lihat dalam syurat As Syuro : 38, bahwa musyawah itu diawali dengan kesadaran menerima ketetapan Allah. dengan demikian, aspirasi manusia dalam musyawarah ada aturannya yang pasti.

Kalau tadi dinyatakan oleh sipenanya, bahwa Islam tidak memiliki konsep kenegaraan yang final, disinalah kelebihan Islam, bahwa konsep kenegaraan Islam senantiasa berkembang sesuai dengan tuntutan zaman Sebab negara adalah sarana yang bisa berevolusi, hanya tujuannya yang tetap: “melaksanakan tertib Hukum Islam”. Tentu saja dalam pengertian bahwa konsep kenegaraan itu memiliki dua unsur, ada yang tetap seperti kedaulatan hukum di tangan Allah, dan ada konsep konsep yang bisa berubah. Di sinilah keluasan dan keluwesan Islam. Wajar kalau banyak futurolog mengatakan bahwa masa depan memang di tangan Islam!

BAGAIMANA DENGAN KENYATAAN BAHWA NEGARA KITA BUKAN "NEGARA AGAMA", TETAPI ADALAH NEGARA-BANGSA (NATION-STATE)?

Jawab :

Ini adalah persoalan bagi muslimin warga Republik Indonesia, persoalan intern mereka. Bagi warga Darul Islam di belahan dunia manapun mereka berada, baik warga Darul Islam yang Saudi Arabia, Pakistan, Iran. Maka problema ini tidak akan ada. Bahkan dalam negara Islam berjuang NII, saya tidak pernah mendengar pertanyaan seperti ini. Artinya pertanyaan tadi merupakan problema psikologis rakyat Republik Indonesia, selamat berbingung ria :)

BAGAIMANA MENGATASI MASALAH PLURALISME?

Jawab :

Negara Islam Madinah yang dipimpin Rosulullah saw, pada tahun pertama didirikan, jumlah populasi muslimin tidak lebih dari 10% dari total penduduk Negara Islam Madinah. Pada abad ke dua hijrah, dimana wilayah Negara Islam sudah membentang dari Eropa sampai Asia, jumlah muslimin hanya 8% dari total penduduk seluruh negara Islam itu. Artinya sepanjang sejarah, muslimin sudah terbiasa hidup berdampingan dalam satu negara dengan non-muslim. Dan muslimin tidak pernah memaksa mereka untuk masuk Islam, yang diperjuangkan muslimin adalah tegaknya Islam sebagai publik law. Adapun untuk urusan pribadi, tetap dihormati sebagai pilihan nuraninya masing masing.

BAGAIMANA MENGHINDARI DISKRIMINASI? KARENA BEGITU KELOMPOK ISLAM MENGAJUKAN TUNTUTAN PENERAPAN SYARIAT ISLAM, BUKANKAH KELOMPOK LAIN AKAN MERASA TERANCAM SEHINGGA TIDAK MUSTAHIL AKAN MELAKUKAN HAL YANG SAMA?

Jawab :

Jika tuntutan ini diajukan pada negara Non-Islam, maka wajar bila non muslim merasa terancam. Tetapi jika negara Islam yang menerapkannya, apa alasan mereka merasa terancam? Karena negara adalah milik semua orang, dan memberikan poerlindungan pada semua orang baik, muslim maupun non muslim. Dan lebih mengagumkannya, dalam negara Islam, “menyakiti non muslim itu disetarakan dengan menyakiti pribadi nabi Muhammad saw sendiri”. Karena itulah, non muslim justru akan mendapatkan perlindungan yang sangat baik dalam negara Islam.

Pertanyaan anda tadi, pantas diajukan pada muslimin yang menuntut berlakunya hukum Islam dalam negara bukan Islam. Tapi dalam negara Islam, silahkan buka sejarah, pada abad ke dua hijrah, justru 92% non muslim yang mendukung terlaksananya Islam sebagai Publik Law dalam negara Islam yang membentang dari Kawasan Eropa hingga Asia. Selama seribu tahun peradaban Islam, rakyat negara Islam yang non muslim tidak pernah melakukan pemberontakan dan menghancurkan negara Islam itu.

APA DAN BAGAIMANA BENTUK PENERAPAN SYARIAT ISLAMA? APAKAH SEMUA AJARAN ISLAM AKAN DITERAPKAN? DALAM KHAZANAH FIQIH MISALNYA, ADA FIQH UBUDIYAH ADA FIQH MU’AMALAT? APAKAH FIQH UBUDIYAH JUGA AKAN DIMASUKKAN DALAM PENERAPAN SYARIAT TERSEBUT?

Jawab :

Syari'at Islam itu mencakup empat domain : domain pribadi, Domain Keluarga, Domain masyarakat, Domain negara dan antar negara. Penerapan syari'at Islam dalam negara Islam adalah pada domain masyarakat dan negara. Adapun urusan pribadi dan keluarga. Islam menghormati pilihan nurani masing masing. Sehingga seorang Kristiani tetap dapat hidup sebagai seorang kristiani yang baik dalam diri dan keluarganya. Adapun dalam masyarakat dimana diterapkan hukum publik (Hukum pidana misalnya) maka ini yang mengacu pada syari'at Islam, demikian juga pada domain negara. Fiqh mualamalah adalah menyangkut hukum hukum yang mengatur hubungan pribadi muslin dengan muslim atau muslim dengan non muslim, maka ini termasuk yang akan diangkat ke Dewan Syuro dan Majlis Syuro, yang dalam negara Islam anggotanya terdiri dari wakil2 berbagai dolongan. Mana yang akan dikeluarkan menjadi undang undang, tentunya setelah selesai digodok para ahli tersebut. sedangkan Fiqh ubudiyyah yang ini secara khas menyangkut muslimin, maka tentu tidak mengikat seluruh rakyat negara Islam. warga negara yang non muslim tidak terkena kewajiban yang ditetapkan fiqh ubudiyyah ini.

BAGAIMANA MENGHINDARI TERJADINYA MANIPULASI AJARAN AGAMA UNTUK KEPENTINGAN KELOMPOK? ARTINYA ADA KEPENTINGAN-KEPENTINGAN TERTENTU YANG DIBUNGKUS DENGAN TUNTUTAN PENERAPAN SYARIAT ISLAM?

Jawab :

Itulah sebabnya, dalam negara Islam, satu aspirasi pemikiran muslimin atas ajaran Islam, tidak serta merta diberlakukan di masyarakat, tapi harus terlebih dahulu digodok di Dewan Syuro. Ini merupakan usaha preventif untuk meminimalisir manipulasi ajaran agama tadi. Artinya terbentuknya satu undang undang yang didasarkan Islam, tidak bertumpu pada satu kelompok, tapi diundangkan lewat negara. Sehingga ada proses yang tidak sederhana, dan ini merupakan penyaringan atas kepentingan kelompok itu juga. Justru dalam negara Non-Islam (seperti di RI), terbuka sekali peluang penafsiran agama menurut kelompok, anda lihat ada yang hanya mengambil sisi ruhaniah-tasawwuf, ada yang menitik beratkan pada aspek ekonomi, pendidikan, militer. Dalam negara islam mereka disatukan dalam satu komando Imam, adapun kekhasan itu terbagi dalam tugas tugas departemental. Yang gandrung tarbiyyah, bekerjalah di Departemen Pendidikan, yang senang ekonomi, silahkan mengambil tempat di Departemen Ekonomi atau Departemen keuangan, perdagangan dan semisalnya. Yang senang dengan sisi askariyah – militer, silahkan mendaftarkan diri ke Departemen Pertahanan. Jadi tidak terpisah pisah, tapi keberbedaan tadi menjadi variasi yang indah dalam satu ikatan sistem negara.

BAGAIMANA MENGHINDARI TERJADINYA ABSOLUTISME KEKUASAAN, KARENA KETIKA SEBUAH KEKUASAAN DILEGITIMASI OLEH AGAMA, MAKA KRITIK MENJADI SESUATU YANG ASING. DI MANA POSISI AKAL DI SITU?

Jawab :

Bagaimana anda bisa menyimpulkan bahwa ketika kekuasaan dilegitimasi oleh agama, maka kritik menjadi asing? pertanyaan ini secara cerdas telah membungkus perasaan negatif terhadap agama. Agama mana yang anda maksud? Apakah bukan "kekuasaan" yang cenderung menolak kritik? Kekuasaan sendiri seringkali menjadi "psudo-agama" Agama palsu, dimana kritik terhadapnya dianggap dosa besar.

Islam menyodorkan hal revolusioner: "Agama itu nasihat! ketika ditanyakan oleh para shahabat, buat siapa ya Rosulallah? bagi Allah, rosul dan orang orang yang beriman" justru dalam Islam nasihat adalah inti dari Islam itu sendiri, bahkan saling menasihati dalam kebenaran adalah diantara "resep" agar hidup tidak rugi (S.103:1-3). Itulah sebabnya kami yakin bahwa kekuasaan muslimin yang commited atas nilai nilai Islam, akan menjadi satu bentuk kekuasaan yang unik, sebab kebenaran yang ditegakkan bukanlah kebenaran yang dibangun sendiri oleh mereka, tapi kebenaran yang bisa dipelajari semua orang, kebenaran yang datang dari luar manusia. Tidak mewakili kepentingan kelompok manusia manapun, tetapi diturunkan Allah untuk menjadi cahaya atas semua ummat manusia.

Setiap orang boleh menyatakan pendapatnya atas kebenaran itu, dan diuji dalam Majlis Syuro, sebelum diundangkan. Bukankah dengan demikian kritik diberi lapangan yang luas? Dan kalaupun telah diundangkan, selalu ada kemungkinan terjadinya perubahan undang undang, bila ternyata di dalam undang undang tadi ditemukan kesalahan, atau hal yang kurang tepat dalam pelaksanaannya. Jadi dalam teknis praktisnya tidak ada perbedaan dengan pembuatan aturan di negara manapun, yang secara prinsipil berbeda adalah norma dasarnya. Islam menjadikan Al Quran dan hadits shohih sebagai norma dasar, sedangkan pihak lain tidak memiliki norma dasar yang baku, kecuali kepentingan manusiawi belaka. Posisi akal adalah untuk memahami wahyu, agar sedekat mungkin bisa mencerap apa yang dikehendaki Allah dengan pelajaran itu (lihat S.38:29). Justru Islam sangat menghargai akal, karena dengan apa kita memehami wahyu kalau bukan dengan akal? Digambarkan dengan sangat jernih: “Wahyu ibarat cahaya, sedang akal adalah mata” Wahyu tanpa akal, ibarat cahaya benderang, diterima orang tak bermata, cahaya itu tak bermanfaat buatnya. Sedang akal tanpa wahyu, ibarat orang melihat di dalam gelap, mata tak berfungsi maksimal, ia tetap saja meraba raba dalam gelap tadi.

BAGAIMANA MENGHINDARI KESAN YANG SELAMA INI BEREDAR BAHWA ISLAM ITU SANGAR?

Jawab :

Harus ditanyakan kembali, “apakah "Islam"nya yang terkesan sangar”, atau “ada sebagian "muslim" yang terkesan sangar?” atau lebih spesifik lagi, “Apakah ada sebagian muslim yang terkesan "sangar" dalam memahami ajaran Islam?” Saya menolak kalau dikatakan "Islam" itu sangar, tapi bila dikatakan ada sebagian muslim yang "sangar" dalam memahami Islam, ini bisa saya terima, karena kenyataannya memang ada yang demikian. Jika Islam itu sangar, bagaimana mungkin pembawa risalah Islam, orang pertama yang menjadi contoh ajaran ini, sampai didudukkan sebagai orang nomor satu yang paling berpengaruh di dunia (lihat the one hundrednya Michael Hart). Dan muslimin yang mampu meneladani akhlaq nabi yang sempurna, akan menjadi sosok yang paling mampu menunjukkan betapa Islam adalah rahmat bagi semesta, bukan ancaman bagi semesta. Inilah cara menghindari kesan "sangar" yang hari ini secara salah dilabelkan orang pada Islam. Sekali lagi, ingin saya katakan, bahwa kesan ini muncul dari prilaku sebagian pemeluknya, bukan dari Islamnya sendiri. Sehingga yang harus diperbaiki bukan Islamnya tapi orangnya.

APA SAJA YANG TELAH DILAKUKAN GUNA MENGGOLKAN TUNTUTAN PENERAPAN SYARIAT ISLAM?

Jawab :

Kepada siapa ini ditanyakan? jika ditanyakan pada pihak Darul Islam, maka Darul Islam di Indonesia telah memproklamasikan Negra Islam Indonesia. Hanya saja hari ini tengah mengalami 3 kekalahan : wilayahnya terampas, peralatan dan sarana prasarana strukturalnya dihancurkan, serta masih kekurangan warga yang cukup dan cakap untuk menjalankan tugas negara. Insya Allah "Restored Islamic State of Indonesia" suatu saat akan muncul, memikul tanggung jawab "Rahmatal lil 'alamin" nya Islam. Untuk muslimin yang berjuang di luar Darul Islam, silahkan ditanyakan pada mereka, secara langsung. saya tidak mau terjebak untuk menilai apa yang dilakukan saudara muslim lain.

NEGARA MANA YANG DIJADIKAN SEMACAM MODEL BAGI PENERAPAN SYARIAT ISLAM? APA KELEBIHAN MEREKA DAN JUGA AKAN KEKURANGANNYA? BAGAIMANA MENUTUPI KEKURANGAN TERSEBUT?

Jawab :

Setiap negara yang sudah mensyahadatkan dirinya sebagai negara Islam, itulah negara Islam. Tidak boleh sebuah negara Islam dikafirkan karena kekurangan , kelemahan mereka di tingkat pelaksanaan. Sebagai mana seorang muslim harus tetap diakui sebagai ahli Kiblat, selama ia tidak mencabut pengakuannya sebagai muslim. Masalah kekurangan adalah masalah sumber daya manusia, serta keinginan politik individu di dalamnya. Untuk itu proses kritik-auto kritik, nasihat menasihati, keterbukaan untuk berani menilai diri "apakah seperti ini yang dikehendaki ajaran Islam untuk dilaksanakan pemerintah" harus secara terbuka bisa dipertanyakan dan diperdebatkan dalam negara Islam itu. Inilah awal pembenahan, dari sini akan terbuka setiap ide cerdas untuk memperbaiki praktek kekuasaan muslimin dalam negara Islam. Satu satunya model yang berusaha diserap adalah model negara Islam yang pernah didirikan dan dipimpin Rosulullah saw. Model yang saya maksud adalah spirit keadilan dan keshalehannya dalam menjalankan Negara Islam. Adapun sarana pendukung tentu saja harus mengikuti keadaan zaman.

APAKAH TIDAK ADA ALTERNATIF LAIN DI LUAR PENERAPAN SYARIAT ISLAM?

Jawab :

Alternatif bagaimana yang anda maksud, apa yang anda maksud dengan "di luar penerapan syari'at Islam" apa diganti menjadi lomba puisi Islam, lomba retorika mengkomunikasikan ajaran Islam? Pertanyaan ini memiliki tingkat kegamanagan yang kental. Bukankah pertanyaan anda pertama adalah soal tuntutan penerapan syari'at Islam? be focus, please.

SEJAUH MANA TUNTUTAN PENERAPAN ISLAM MERUPAKAN REPESENTASI DARI KEINGINAN UNTUK MEWUJUDKAN ISLAM SEBAGAI RAHMATAN LIL ALAMIN?

Jawab :

Saya balik bertanya, bagaimana caranya agar Islam menjadi rahmatan lil 'alamin kalau tidak diterapkan? Logikanya sangat simple sebenarnya. Apakah anda fikir dengan dituliskan menjadi jutaan buku tebal, Islam akan menjadi rahmat bagi semesta? Atau dibicarakan di seluruh radio, media cetak, Islam menjadi rahmat? Justru terasanya jadi rahmat kalau dilaksanakan. Hari ini Islam tidak terasa menjadi rahmatan lil alamin, karena dijegal untuk dilaksanakan dalam bentuknya yang asli, seperti pemerintahan Islam di Madinah di era Rosulullah saw. Islam tertunda jadi rahmat bagi semesta alam, karena banyak muslimin yang "ragu" kalau itu akan menjadi rahmat kalau diterapkan dan dilaksanakan.

JIKA SYARIAT ISLAM DITERAPKAN, BUKANKAH NANTINYA AKAN ADA SEMACAM POLISI AGAMA? BAGAIMANA MENJAMIN POLISI TIDAK KORUP?

Jawab :

Tidak ada jaminan seorang manusia tidak korup, karena itu yang harus diperkuat adalah sistemnya. Sehingga bila orangnya korup, ya diadili, dihukum sesuai dengan keadilan hukum Islam. Dalam Negara Islam Indonesia misalnya. Dalam undang undang dasarnya dinyatakan bahwa Dasar negara adalah Islam, hukum yang tertinggi adalah Quran dan hadits shohih. Hadirnya negara sebagai sebuah organisasi hukum tertinggi, sebagai satu sistem pemerintahan, adalah dalam rangka menekan kemungkinan munculnya manusia manusia korup tadi, baik itu polisi atau bahkan Imam sekalipun. Semuanya tidak ada yang kebal hukum, semua adalah objek hukum Publik Islam. Dengan persamaan di depan hukum inilah tindakan korup bisa diluruskan, seperti dikatakan khalifah ke 3: Kekuasaan (disimbolkan dengan pedang) meluruskan orang yang tidak bisa diluruskan dengan Al; Quran.

Pertanyaan : "Jika syariat Islam diterapkan, bukankah nantinya akan ada semacam polisi agama? Bagaimana menjamin polisi tidak korup?" berangkat dari dugaan negatif atas praktek kekuasaan Islam. Di jaman nabi tidak ada yang disebut polisi agama. Polisi itu tugasnya mengawal undang undang. Sedangkan undang undang itu sebelum terbit, sudah digodok dulu di Majlis Syuro, dan setelah diundangkan, maka berlaku bagi semua orang. Termasuk aparat pelaksana hukum itu sendiri. Jawab : Saya balik bertanya, apa di negara yang menjadi mbahnya demokrasi sekuler, Amerika misalnya, ada jaminan disana tidak ada polisi yang korup? Sebenarnya praktek kenegaraan itu dimana mana relatif sama, baik di negara Islam maupun di negara non Islam, yang beda adalah "ruh kenegaraannya". Sehingga negara Islam, pun boleh belajar dari praktek kenegaraan negara lain dalam menjaga jangan sampai ada orang yang korup dalam melaksanakan sistem Islam. Ini masalah kontrol individu/aparat, bukan masalah islamnya itu sendiri. Karena ada kemungkinan korupnya individu, maka hukum harus ditegakkan dan bersifat memaksa, harus ada “law enforcement”. Andai sudah ada kemungkinan manusia korup, hukumnya malah tidak ditegakkan, maka semakin besar kemungkinan korupnya.

BAGAIMANA MENJAMIN PRAKTIK-PRAKTIK POLITIK TIDAK KORUP? SEBAB, JIKA SAMPAI KORUP, BUKANKAH INI JUSTRU AKAN MENGHANCURKAN CITRA ISLAM ITU SENDIRI?

Jawab :

Islam tidak pernah tercoreng dengan korupnya pribadi pribadi yang melaksanakannya. Jutaan orang yang mengaku muslim ada yang menjadi pelacur, pencuri, perampok, pembunuh, apaka tindakan korup mereka mencoreng Islam? atau mencoreng harga diri mereka sendiri? Jutaan Nashrani menjadi perampok, pelacur, bahkan melakukan genocide massal terhadap satu bangsa, apakah tindakan korup mereka mencoreng citra Kristiani, atau mencoroeng bangsa itu sendiri? Orang yang bijak tidak pernah tergoda untuk melakukan extrapolasi naif seperti itu. Kesalahan orang tetap menjadi kesalahan orang. Adapun untuk menilai Islam, bukanlah dari ajarannya, harus dari konsepnya itu sendiri. Jadi ini merupakan dua hal yang berbeda. Dalam negara Islam di masa awal, misalnya pada dinasti Abbasiyyah, pernah terjadi praktek suram kenegaraan, tapi tidak merusak citra Islam. Justru hari ini di barat dan di timur, terjadi booming, ribuan oprang masuk Islam. Mereka tidak terhalang dengan adanya muslim yang korup. Mengapa takut dengan penerapan syari'at Islam, hanya karena khawatir ada kemungkinan orang yang korup. Justru karena ada kemungkinan korup tadi, syari'at Islam harus ditegakkan! Bukan sebaliknya. ( Diwawancarai Oleh Drs. Ahmad Syarif thn 2003)


[1] Bulughul Marom, Bab Jihad, hadits no 1288.

Tidak ada komentar: