Rabu, 31 Desember 2008

Profil Imam Asy-Syahid SM.Karosuwiryo "Rahimahullah"

PROFIL IMAM ASY-SYAHID SM.KARTOSUWIRYO

Tokoh yang satu ini, menurut berbagai pandangan masyarakat bangsa Indonesia saat ini adalah seorang pemberontak. Citranya sebagai "pemberontak", terlihat ketika dirinya berusaha menjadikan negara Indonesia menjadi sebuah Negara Islam. Namun sangatlah aneh, perjuangan yang dilakukannya itu justru mendapat sambutan yang luar biasa dari daerah-daerah lain di Indonesia, seperti di Jawa Tengah, di Sulawesi Selatan, di Kalimantan, dan di Aceh.

Timbul satu pertanyaan, benarkah dia itu penjahat perang sebagaimana yang dinyatakan oleh pemerintah? Atau mungkin ini sebuah penilaian yang sangat subjektif dari pemerintah yang ingin berusaha melanggengkan kekuasaan tiraninya terhadap rakyat Indonesia. Sehingga diketahui, pemerintah sendiri ketika selesai menjatuhkan vonis hukuman mati terhadapnya, tidak memberitahukan sedikit pun keterangan kepada pihak keluarganya di mana pusaranya berada.

Siapa S.M. Kartosoewirjo?

Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo demikian nama lengkap dari Kartosoewirjo, dilahirkan 7 Januari 1907 di Cepu, sebuah kota kecil antara Blora dan Bojonegoro yang menjadi daerah perbatasan Jawa Timur dengan Jawa Tengah. Kota Cepu ini menjadi tempat di mana budaya Jawa bagian timur dan bagian tengah bertemu dalam suatu garis budaya yang unik. Ayahnya, yang bernama Kartosoewirjo, bekerja sebagai mantri pada kantor yang mengkoordinasikan para penjual candu di kota kecil Pamotan, dekat Rembang. Pada masa itu mantri candu sederajat dengan jabatan Sekretaris Distrik. Dalam posisi inilah, ayah Kartosoewirjo mempunyai kedudukan yang cukup penting sebagai seorang pribumi saat itu, menimbulkan pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan garis sejarah anaknya. Kartosoewirjo pun kemudian mengikuti tali pengaruh ini hingga pada usia remajanya.

Dengan kedudukan istimewa orang tuanya serta makin mapannya "gerakan pencerahan Indonesia" ketika itu, Kartosoewirjo dibesarkan dan berkembang. Ia terasuh di bawah sistem rasional Barat yang mulai dicangkokkan Belanda di tanah jajahan Hindia. Suasana politis ini juga mewarnai pola asuh orang tuanya yang berusaha menghidupkan suasana kehidupan keluarga yang liberal. Masing-masing anggota keluarganya mengembangkan visi dan arah pemikirannya ke berbagai orientasi. Ia mempunyai seorang kakak perempuan yang tinggal di Surakarta pada tahun 50-an yang hidup dengan penuh keguyuban, dan seorang kakak laki-laki yang memimpin Serikat Buruh Kereta Api pada tahun 20-an, ketika di Indonesia terbentuk berbagai Serikat Buruh.

Pada tahun 1911, saat para aktivis ramai-ramai mendirikan organisasi, saat itu Kartosoewirjo berusia enam tahun dan masuk Sekolah ISTK (Inlandsche School der Tweede Klasse) atau Sekolah "kelas dua" untuk kaum Bumiputra di Pamotan. Empat tahun kemudian, ia melanjutkan sekolah ke HIS (Hollandsch-Inlandsche School) di Rembang. Tahun 1919 ketika orang tuanya pindah ke Bojonegoro, mereka memasukkan Kartosoewirjo ke sekolah ELS (Europeesche Lagere School). Bagi seorang putra "pribumi", HIS dan ELS merupakan sekolah elite. Hanya dengan kecerdasan dan bakat yang khusus yang dimiliki Kartosoewirjo maka dia bisa masuk sekolah yang direncanakan sebagai lembaga pendidikan untuk orang Eropa dan kalangan masyarakat Indo-Eropa.

Semasa remajanya di Bojonegoro inilah Kartosoewirjo mendapatkan pendidikan agama dari seorang tokoh bernama Notodihardjo yang menjadi "guru" agamanya. Dia adalah tokoh Islam modern yang mengikuti Muhammadiyah. Tidak berlebihan ketika itu, Notodihardjo sendiri kemudian menanamkan banyak aspek kemodernan Islam ke dalam alam pikir Kartosoewirjo. Pemikiran-pemikirannya sangat mempengaruhi bagaimana Kartosoewirjo bersikap dalam merespon ajaran-ajaran agama Islam. Dalam masa-masa yang bisa kita sebut sebagai the formative age-nya.

Pada tahun 1923, setelah menamatkan sekolah di ELS, Kartosoewirjo pergi ke Surabaya melanjutkan studinya pada Nederlandsch Indische Artsen School (NIAS), Sekolah Kedokteran Belanda untuk Pribumi. Pada saat kuliah inilah (l926) ia terlibat dengan banyak aktivitas organisasi pergerakan nasionalisme Indonesia di Surabaya.

Selama kuliah Kartosoewirjo mulai berkenalan dengan pemikiran-pemikiran Islam. Ia mulai "mengaji" secara serius. Saking seriusnya, ia kemudian begitu "terasuki" oleh shibghatullah sehingga ia kemudian menjadi Islam minded. Semua aktivitasnya kemudian hanya untuk mempelajari Islam semata dan berbuat untuk Islam saja. Dia pun kemudian sering meninggalkan aktivitas kuliah dan menjadi tidak begitu peduli dengan ilmu-ilmu yang diajarkan oleh sekolah Belanda, tentunya setelah ia mengkaji dan membaca banyak buku-buku dari berbagai disiplin ilmu, dari kedokteran hingga ilmu-ilmu sosial dan politik.

Dengan modal ilmu-ilmu pengetahuan yang tidak sedikit itu, ditambah ia juga memasuki organisasi politik Sjarikat Islam di bawah pimpinan Haji Oemar Said Tjokroaminoto. Pemikiran-pemikiran Tjokroaminoto banyak mempengaruhi sikap, tindakan dan orientasi Kartosuwirjo. Maka setahun kemudian, dia dikeluarkan dari sekolah karena dituduh menjadi aktivis politik, dan didapati memiliki sejumlah buku sosialis dan komunis yang diperoleh dari pamannya yaitu Marko Kartodikromo, seorang wartawan dan sastrawan yang cukup terkenal pada zamannya. Sekolah tempat ia menimba ilmu tidak berani menuduhnya karena "terasuki" ilmu-ilmu Islam, melainkan dituduh "komunis" karena memang ideologi ini sering dipandang sebagai ideologi yang akan membahayakan. Padahal ideologi Islamlah yang sangat berbahaya bagi penguasa yang zhalim. Tidaklah mengherankan, kalau Kartosuwirjo nantinya tumbuh menjadi pribadi yang memiliki kesadaran politik sekaligus memiliki integritas keislaman yang tinggi. Ia adalah seorang ulama besar, bahkan kalau kita baca tulisan-tulisannya, kita pasti akan mengakuinya sebagai seorang ulama terbesar di Asia Tenggara.

Aktivitas Kartosoewirjo

Semenjak tahun 1923, dia sudah aktif dalam gerakan kepemudaan, di antaranya gerakan pemuda Jong Java. Kemudian pada tahun 1925, ketika anggota-anggota Jong Java yang lebih mengutamakan cita-cita keislamannya mendirikan Jong Islamieten Bond (JIB). Kartosoewirjo pun pindah ke organisasi ini karena sikap pemihakannya kepada agamanya. Melalui dua organisasi inilah kemudian membawa dia menjadi salah satu pelaku sejarah gerakan pemuda yang sangat terkenal, "Sumpah Pemuda".

Selain bertugas sebagai sekretaris umum PSIHT (Partij Sjarikat Islam Hindia Timur), Kartosoewirjo pun bekerja sebagai wartawan di koran harian Fadjar Asia. Semula ia sebagai korektor, kemudian diangkat menjadi reporter. Pada tahun 1929, dalam usianya yang relatif muda sekitar 22 tahun, Kartosoewirjo telah menjadi redaktur harian Fadjar Asia. Dalam kapasitasnya sebagai redaktur, mulailah dia menerbitkan berbagai artikel yang isinya banyak sekali kritikan-kritikan, baik kepada penguasa pribumi maupun penjajah Belanda.

Ketika dalam perjalanan tugasnya itu dia pergi ke Malangbong. Di sana bertemu dengan pemimpin PSIHT setempat yang terkenal bernama Ajengan Ardiwisastera. Di sana pulalah dia berkenalan dengan Siti Dewi Kalsum putri Ajengan Ardiwisastera, yang kemudian dinikahinya pada bulan April tahun 1929. Perkawinan yang sakinah ini kemudian dikarunia dua belas anak, tiga yang terakhir lahir di hutan-hutan belantara Jawa Barat. Begitu banyaknya pengalaman telah menghantarkan dirinya sebagai aktor intelektual dalam kancah pergerakan nasional.

Pada tahun 1943, ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Kartosoewirjo kembali aktif di bidang politik, yang sempat terhenti. Dia masuk sebuah organisasi kesejahteraan dari MIAI (Madjlis Islam 'Alaa Indonesia) di bawah pimpinan Wondoamiseno, sekaligus menjadi sekretaris dalam Majelis Baitul-Mal pada organisasi tersebut.

Dalam masa pendudukan Jepang ini, dia pun memfungsikan kembali lembaga Suffah yang pernah dia bentuk. Namun kali ini lebih banyak memberikan pendidikan kemiliteran karena saat itu Jepang telah membuka pendidikan militernya. Kemudian siswa yang menerima latihan kemiliteran di Institut Suffah itu akhirnya memasuki salah satu organisasi gerilya Islam yang utama sesudah perang, Hizbullah dan Sabilillah, yang nantinya menjadi inti Tentara Islam Indonesia di Jawa Barat.

Pada bulan Agustus 1945 menjelang berakhirnya kekuasaan Jepang di Indonesia, Kartosoewirjo yang disertai tentara Hizbullah berada di Jakarta. Dia juga telah mengetahui kekalahan Jepang dari sekutu, bahkan dia mempunyai rencana: kinilah saatnya rakyat Indonesia, khususnya umat Islam, merebut kemerdekaannya dari tangan penjajah. Sesungguhnya dia telah memproklamasikan kemerdekaan pada bulan Agustus 1945. Tetapi proklamasinya ditarik kembali sesudah ada pernyataan kemerdekaan oleh Soekarno dan Mohammad Hatta. Untuk sementara waktu dia tetap loyal kepada Republik dan menerima dasar "sekuler"-nya.

Namun sejak kemerdekaan RI diproklamasikan (17 Agustus 1945), kaum nasionalis sekulerlah yang memegang tampuk kekuasaan negara dan berusaha menerapkan prinsip-prinsip kenegaraan modern yang sekuler. Semenjak itu kalangan nasionalis Islam tersingkir secara sistematis dan hingga akhir 70-an kalangan Islam berada di luar negara. Dari sinilah dimulainya pertentangan serius antara kalangan Islam dan kaum nasionalis sekuler. Karena kaum nasionalis sekuler mulai secara efektif memegang kekuasaan negara, maka pertentangan ini untuk selanjutnya dapat disebut sebagai pertentangan antara Islam dan negara.

Situasi yang kacau akibat agresi militer kedua Belanda, apalagi dengan ditandatanganinya perjanjian Renville antara pemerintah Republik dengan Belanda. Di mana pada perjanjian tersebut berisi antara lain gencatan senjata dan pengakuan garis demarkasi van Mook. Sementara pemerintah RI harus mengakui kedaulatan Belanda atas Indonesia, maka menjadi pil pahit bagi Republik. Tempat-tempat penting yang strategis bagi pasukannya di daerah-daerah yang dikuasai pasukan Belanda harus dikosongkan, dan semua pasukan harus ditarik mundur --atau "kabur" dalam istilah orang-orang DI-- ke Jawa Tengah. Karena persetujuan ini, Tentara Republik resmi dalam Jawa Barat, Divisi Siliwangi, mematuhi ketentuan-ketentuannya. Soekarno menyebut "kaburnya" TNI ini dengan memakai istilah Islam, "hijrah". Dengan sebutan ini dia menipu jutaan rakyat Muslim. Namun berbeda dengan pasukan gerilyawan Hizbullah dan Sabilillah, bagian yang cukup besar dari kedua organisasi gerilya Jawa Barat, menolak untuk mematuhinya. Hizbullah dan Sabilillah lebih tahu apa makna "hijrah" itu.

Pada tahun 1949 Indonesia mengalami suatu perubahan politik besar-besaran. Pada saat Jawa Barat mengalami kekosongan kekuasaan, maka ketika itu terjadilah sebuah proklamasi Negara Islam di Nusantara, sebuah negeri al-Jumhuriyah Indonesia yang kelak kemudian dikenal sebagai ad-Daulatul Islamiyah atau Darul Islam atau Negara Islam Indonesia yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai DI/TII. DI/TII di dalam sejarah Indonesia sering disebut para pengamat yang fobi dengan Negara Islam sebagai "Islam muncul dalam wajah yang tegang." Bahkan, peristiwa ini dimanipulasi sebagai sebuah "pemberontakan". Kalaupun peristiwa ini disebut sebagai sebuah "pemberontakan", maka ia bukanlah sebuah pemberontakan biasa. Ia merupakan sebuah perjuangan suci anti-kezhaliman yang terbesar di dunia di awal abad ke-20 ini. "Pemberontakan" bersenjata yang sempat menguras habis logistik angkatan perang Republik Indonesia ini bukanlah pemberontakan kecil, bukan pula pemberontakan yang bersifat regional, bukan "pemberontakan" yang muncul karena sakit hati atau kekecewaan politik lainnya, melainkan karena sebuah "cita-cita", sebuah "mimpi" yang diilhami oleh ajaran-ajaran Islam yang lurus.

Akhirnya, perjuangan panjang Kartosoewirjo selama 13 tahun pupus setelah Kartosoewirjo sendiri tertangkap. Pengadilan Mahadper, 16 Agustur l962, menyatakan bahwa perjuangan suci Kartosoewirjo dalam menegakkan Negara Islam Indonesia itu adalah sebuah "pemberontakan". Hukuman mati kemudian diberikan kepada mujahid Kartosoewirjo.

Tentang kisah wafatnya Kartosoewirjo, ternyata Soekarno dan A.H. Nasution cukup menyadari bahwa Kartosoewirjo adalah tokoh besar yang bahkan jika wafat pun akan terus dirindukan umat. Maka mereka dengan segala konspirasinya, didukung Umar Wirahadikusuma, berusaha menyembunyikan rencana jahat mereka ketika mengeksekusi Imam Negara Islam ini.

Sekalipun jasad beliau telah tiada dan tidak diketahui di mana pusaranya berada karena alasan-alasan tertentu dari pemerintahan Soekarno, tapi jiwa dan perjuangannya akan tetap hidup sepanjang masa. Sejarah Indonesia telah mencatat walaupun dimanipulasi dan sekarang bertambah lagi dengan darah mujahid Asy-syahid S.M. Kartosoewirjo. HARI INI KAMI MENGHORMATIMU, BESOK KAMI BERSAMAMU! Insya Allah. Itulah makna dari firman Allah: "Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah (bahwa mereka itu mati); bahkan sebenarnya mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya". (QS. 2:154).

Syari'at Islam Sebuah Solusi

Lintas Wilayah Hukum Islam
Kecil atau besar, yang penting ada kesepakatan

Penerapan syariat Islam selain merupakan keharusan agama sebagaimana yang telah dinyatakan secara jelas dan tegas oleh al-Qur'an, dalam kehidupan bernegara juga mempunyai landasan hukum. Piagam Jakarta telah memuat tujuh kata yang kemudian dihapus untuk meredam kegalauan masyarakat minoritas non-muslim dari belahan timur Indonesia. Meskipun demikian, dalam diktum yang lain, secara tegas dinyatakan bahwa Piagam Jakarta menjiwai pembukaan Undang-undang Dasar 1945.

Selama 52 tahun Indonesia diperintah oleh para penguasa sekuler. Mereka berusaha untuk menghapus dan menghilangkan sama sekali aspirasi ummat Islam, termasuk menghilangkan jejak para pendahulunya. Pertama-tama mereka mendesak agar tujuh kata dalam piagam Jakarta dihapus dengan iming-iming bahwa nanti suatu saat bisa dikembalikan lagi pada posisinya. Karenanya kemudian mereka meneken bahwa Piagam Jakarta menjiwai Pembukaan dan seluruh pasal-pasal UUD 1945.

Setelah sukses, mereka mencoba untuk menghapusnya sama sekali. Pertama, melalui pelajaran sejarah. Di dalam buku-buku yang diterbitkan secara nasional, utamanya buku-buku pelajaran sekolah, Piagam Jakarta disembunyikan, nyaris tak terlihat. Kedua, mensakralkan Pancasila yang steril dari penjiwaan Piagam Jakarta. Ketiga, mengancam siapa saja yang mencoba-coba menghidup-hidupkan kembali Piagam Jakarta. Bahkan untuk sekadar mengkajinya saja harus berurusan dengan pihak penguasa.

Ketika angin reformasi berhembus, berbagai tuntutan bermunculan ke permukaan. Termasuk di antaranya untuk menghidupkan kembali Piagam Jakarta. Bagi generasi hasil didikan sejarah yang telah diselewengkan, tentu merasakan bahwa tuntutan itu mengada-ada. Bahkan mereka menuduhnya sebagai tuntutan yang tidak berdasar. Malah inkonstitusional.

Demikian juga bagi kalangan non-Muslim yang merasa telah berhasil mengubur Piagam Jakarta. Mereka terusik setelah ada tuntutan sebagian kaum muslimin untuk mengembalikan Piagam Jakarta. Bahkan mungkin saja mereka akan melakukan hal yang sama seperti pada tahun 1945, yaitu memberikan ancaman kepada parlemen yang mencoba-coba menghidupkan kembali piagam itu. Ancamannya jelas, yaitu memisahkan diri dari Republik Indonesia.

Kaum sekuler, meskipun mengaku beragama Islam, sikap dan perilakunya hampir sama saja dengan golongan lain. Mereka akan menolak semua usaha yang mengarah pada berlakunya Piagam Jakarta. Sudah menjadi keyakinan mereka bahwa agama itu urusan pribadi yang tidak boleh dicampuradukkan dengan urusan negara. Oleh karenanya, menurut mereka konstitusi negara harus steril dari anasir-anasir agama. Piagam Jakarta tentu saja tidak cocok bagi mereka, dan harus ditolak.

Kaum sekuler ini sebenarnya tidak konsisten terhadap keyakinannya sendiri. Semestinya, jika mereka benar-benar menghendaki negara steril dari urusan agama, maka tidak perlu ada lagi sumpah jabatan dengan tata cara agama. Para saksi di pengadilan tak perlu mengangkat sumpah dengan meletakkan al-Qur'an di atasnya, dan membaca "demi Allah", dan proses keagamaan lainnya. Tidak perlu setiap upacara dan acara resmi diakhiri dengan pembacaan doa.

Musthafa Kemal Attaturk, sang penggagas sekularisme Turki ketika matinya ternyata minta diurus secara Islam. Salah seorang ulama yang dimintai mengurusnya menolak, seraya berkata, "Uruslah jenazah ini dengan tata cara negara, sebab negara sudah melepaskan diri dari unsur-unsur agama." Ternyata negara yang paling sekuler, seperti Amerika dan beberapa negara Eropa tidak bisa benar-benar lepas dari agama. Inggris bahkan mendudukkan ratunya sekaligus sebagai pelindung dan pemimpin agama Kristen Anglikan. Ini merupakan realitas bahwa negara tidak bisa steril dari urusan agama.

Dalam ajaran Islam, negara itu tidak lebih dari sekadar alat untuk menjalankan berbagai aturan syariah. Negara diperlukan adanya jika di sana dimungkinkan pelaksanaan syariah. Jika misalnya, tanpa negara syariah bisa ditegakkan, maka tak perlu lagi yang namanya negara. Dalam al-Qur'anpun tak ada ketentuan yang tegas tentang perintah bernegara.

Dalam dunia yang semakin menggelobal seperti saat ini, siapa saja bisa melakukan komitmen-komitmen tertentu dengan orang lain yang berada di wilayah yang saling berjauhan. Komitmen-komitmen itu bisa saja akan menjurus pada terbentuknya konstitusi yang dianut oleh orang-orang tertentu. Orang-orang tersebut bisa berjumlah terbatas, tapi juga bisa berjumlah tak terbatas. Tanpa batasan wilayah tertentu, sebenarnya mereka ini telah bernegara. Tentu dalam definisi yang sedikit berbeda.

Dalam ajaran Islam, konteks negara itu tidak dibatasi oleh wilayah. Negara itu bisa hanya berupa rumah tangga, bisa berupa masyarakat dalam wilayah tertentu, bisa juga dalam wilayah yang sangat luas, yang biasanya disebut orang sekarang sebagai negara. Oleh karenanya, jika ada suatu keluarga yang komit menjalankan syariat Islam di wilayah keluarganya, maka sebenarnya mereka telah menerapkan syariat Islam.

Jika di suatu tempat tertentu masyarakat menghendaki berlakunya syariat Islam, maka kelompok itu bisa disebut sebagai masyarakat Islam. Adapun luasan wilayahnya itu tergantung dari usaha mereka untuk mempengaruhi orang-orang di sekitarnya.

Jika saat ini masyarakat Aceh menerapkan syariat Islam sebagai hukum yang mengikat seluruh masyarakat yang berada di wilayah itu, maka mereka telah disebut sebagai masyarakat Islam. Wilayah lain, dengan usaha para da'i dan muballighnya tentu saja akan menyusul. Agar tidak kaget, maka sosialisasi syariat Islam harus sudah dimulai sejak saat ini. Jika tidak diakukan sosialisasi secara intensif, bisa jadi akan ditolak oleh kaum muslimin sendiri. Nasibnya akan sama dengan UU PKB yang telah disetujui oleh DPR, ternyata ditolak oleh masyarakat, konon karena kurangnya sosialisasi.

Bagi kita, syariat Islam itu diakui atau tidak oleh negara, wajib hukumnya untuk diikuti. Syariat Islam merupakan hukum yang mengikat kita dan kehidupan ini. Bagaimanapun kita harus konsisten menyebarluaskannya, dan lebih penting lagi memberlakukannya pada diri kita dan orang-orang yang mau bersama-sama dengan kita. Jika orang-orang yang bersama-sama itu jumlahnya sudah cukup dalam suatu wilayah tertentu, tidak ada salahnya jika kemudian menuntut agar hal itu disahkan secara legal konstitusional. Jika masih belum berhasil, komitmen kita tidak boleh berkurang sedikitpun untuk mendakwahkannya, sampai suatu saat, insya-Allah akan berhasil.

Berkali-kali Allah swt telah menegaskan kepada kita untuk tetap istiqamah pada hukum syariat. Dengan nada tanda tanya Allah berfirman:"Apakah hukum jahiliyah yang mereka inginkan? Padahal adakah yang lebih baik dari Allah dalam penentuan hukum, bagi orang-orang yang yakin?" (QS al-Maaidah: 50)

Telah banyak bukti kegagalan hukum di luar syariat Islam. Kegagalan itu dipicu oleh para penyelenggara hukum (polisi, jaksa, hakim, dan pengacara), juga oleh substansi hukum itu sendiri. Hukumnya sudah salah, para pelaksananya juga menyimpang. Jadilah sebuah kebodohan yang berlipat ganda.
Berbeda halnya jika yang diterapkan adalah syariat Islam. Hukum itu jelas benarnya, karena memang berasal dari Allah swt, dan tidak berubah-ubah. Jika ada kegagalan, kemungkinannya cuma satu, yaitu pada para penyelenggaranya. Meskipun demikian bukan berarti hal itu mudah, sebab untuk menerapkannya kita harus menghadapi tantangan besar, dari luar maupun dari dalam tubuh kaum muslimin. Itulah sebabnya Allah swt jauh-jauh sebelumnya sudah mengingatkan kita agar bersabar untuk tetap konsisten memperjuangkannya. Allah berfirman: "Maka bersabarlah bersama hukum dari Tuhanmu, karena sesungguhnya engkau dalam pengawasan Kami. Dan sucikanlah dengan memuji Tuhanmu hingga kalian dibangkitkan." (QS ath-Thuur: 48)

Akhirnya, sebagai mukmin yang meyakini Allah sebagai Rabb dan Ilah, yang menciptakan dan memelihara alam ini, kita harus tunduk dan patuh kepada hukum-hukum-Nya. Dialah pemilik hukum, dan Dialah pula yang paling berhak menetapkan-Nya. Apalagi Dia telah menegaskan, "Kemudian mereka melapor kepada Allah, tuan yang sebenar-benarnya. Ingat, bagi-Nyalah hukum, dan Dialah sehebat-hebat penghitung." (QS al-An'aam: 62)

Meluruskan Sejarah

Memahami kembali Sejarah Darul Islam di Indonesia

Tanggal 7 agustus 1949 adalah bertepatan dengan Bung Hatta pergi ke Belanda untuk mengadakan perundingan Meja Bundar, yang berakhir dengan kekecewaan. Dimana hasil perundingan tersebut adalah Irian Barat tidak dimasukkan kedalam penyerahan kedaulatan Indonesia, lapangan ekonomi masih dipegang oleh kapitalis barat.

Negara Islam Indonesia diproklamirkan di daerah yang dikuasai oleh Tentara Belanda, yaitu daerah Jawa Barat yang ditinggalkan oleh TNI (Tentara Nasional Indonesia) ke Jogya. Sebab daerah de-facto R.I. pada saat itu hanya terdiri dari Yogyakarta dan kurang lebih 7 Kabupaten saja ( menurut fakta-fakta perundingan/kompromis dengan Kerajaan Belanda; perjanjian Linggarjati tahun 1947 hasilnya de-facto R.I. tinggal pulau Jawa dan Madura, sedang perjanjian Renville pada tahun 1948, de-facto R.I. adalah hanya terdiri dari Yogyakarta). Seluruh kepulauan Indonesia termasuk Jawa Barat kesemuanya masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda. Jadi tidaklah benar kalau ada yang mengatakan bahwa Negara Islam Indonesia didirikan dan diproklamirkan didalam negara Republik Indonesia. Negara Islam Indonesia didirikan di daerah yang masih dikuasai oleh Kerajaan Belanda.

Negara Islam Indonesia dengan organisasinya Darul Islam dan tentaranya yang dikenal dengan nama Tentara Islam Indonesia dihantam habis-habisan oleh Regim Soekarno yang didukung oleh partai komunis Indonesia(PKI). Sedangkan Masyumi (Majelis syura muslimin Indonesia) tidak ikut menghantam, hanya tidak mendukung, walaupun organisasi Darul Islam yang pada mulanya bernama Majlis Islam adalah organisasi dibawah Masyumi yang kemudian memisahkan diri. Seorang tokoh besar dari Masyumi almarhum M Isa Anshary pada tahun 1951 menyatakan bahwa "Tidak ada seorang muslimpun, bangsa apa dan dimana juga dia berada yang tidak bercita-cita Darul Islam. Hanya orang yang sudah bejad moral, iman dan Islam-nya, yang tidak menyetujui berdirinya Negara Islam Indonesia. Hanya jalan dan cara memperjuangkan idiologi itu terdapat persimpangan dan perbedaan. Jalan bersimpang jauh. Yang satu berjuang dalam batas-batas hukum, secara legal dan parlementer, itulah Masyumi. Yang lain berjuang dengan alat senjata, mendirikan negara dalam negara, itulah Darul Islam" (majalah Hikmah, 1951).

Ketika Masyumi memegang pemerintahan, M Natsir mengirimkan surat kepada SM Kartosoewirjo untuk mengajak beliau dan kawan-kawan yang ada di gunung untuk kembali berjuang dalam batas-batas hukum negara yang ada. Namun M Natsir mendapat jawaban dari SM Kartosoewirjo "Barangkali saudara belum menerima proklamasi kami"(majalah Hikmah, 1951).

Setelah Imam Negara Islam Indonesia S.M. Kartosoewirjo tertangkap dan dijatuhi hukuman mati pada tahun 1962 regim Soekarno dengan dibantu oleh PKI yang diteruskan oleh regim Soeharto dengan ABRI-nya telah membungkam Negara Islam Indonesia sampai sekarang dengan pola yang sama. Pola tersebut adalah dengan cara menugaskan bawahannya untuk melakukan pengrusakan, setelah melakukan pengrusakkan bawahan tersebut "bernyanyi" bahwa dia adalah anggota kelompok Islam tertentu. Atau melakukan pengrusakan dengan menggunakan atribut Islam. Menurut salah seorang kapten yang kini masih hidup, dan mungkin saksi hidup yang lainnya pun masih banyak, bahwa ada perbedaan antara DI pengrusak dan DI Kartosuwiryo yakni attribut yang dipergunakan oleh DI pengrusak (buatan Sukarno) berwarna merah sedangkan DI Kartosuwiryo adalah hijau. Sebenarnya Negara Islam Indonesia masih ada dan tetap ada, walaupun sebagian anggota-anggota Darul Islam sudah pada meninggal, namun ide Negara Islam Indonesia masih tetap bersinar di muka bumi Indonesia*.*

Mengungkapkan sejarah perjuangan Darul Islam di Indonesia, sama pentingnya dengan mengungkapkan kebenaran. Sebab perjalanan sejarah gerakan ini telah banyak dimanipulasi, bahkan berusaha ditutup-tutupi oleh penguasa. Rezim orde lama dan kemudian orde baru, mengalami sukses besar dalam
membohongi serta menyesatkan kaum muslimin khususnya, dan bangsa Indonesia umumnya dalam memahami sejarah masa lalu negeri ini.

Selama ini kita telah tertipu membaca buku-buku sejarah serta berbagai publikasi sejarah perjuangan umat Islam diIndonesia.Sukses besar yang diperoleh dua rezim penguasa di Indonesia dalam mendistorsi sejarah Darul Islam, adalah munculnya trauma politik di kalangan umat Islam. Hampir
seluruh kaum muslimin di negeri ini, memiliki semangat untuk memperjuangkan agamanya, bahkan seringkali terjadi hiruk pikuk di ruang diskusi maupun seminar untuk hal tersebut. Tetapi begitu tiba-tiba memasuki pembicaraan menyangkut perlunya mendirikan Negara Islam, kita akanmenyaksikan
segera setelah itu mereka akan menghindar dan bungkam seribu bahasa.

Di masa akhir-akhir ini, bahkan semakin banyak tokoh-tokoh Islam yang menampakkan ketakutannya terhadap persoalan Negara Islam. Mantan Ketua Umum PBNU, K.H. Abdurrahman Wahid misalnya, secara terus terang bahkan mengatakan : "Musuh utama saya adalah Islam kanan, yaitu mereka yang menghendaki Indonesia berdasarkan Islam dan menginginkan berlakunya syari'at Islam".
(Republika, 22 September 1998, hal. 2 kolom 5). Selanjutnya ia katakan : "Kita akan menerapkan sekularisme, tanpa mengatakan hal itu sekularisme".

Salah satu partai berasas Islam yang lahir di era reformasi ini, malah tidak bisa menyembunyikan ketakutannya sekalipun dibungkus dalam retorika melalui slogan gagah: "Kita tidak memerlukan negara Islam. Yang penting adalah negara yang Islami". Bahkan, dalam suatu pidato politik, presiden partai
tersebut mengatakan: "Bagi kita tidak masalah, apakah pemimpin itu muslim atau bukan, yang penting dia mampu mengaplikasikan nilai-nilai universal seperti kejujuran dan keadilan".

Demikian besar ketakutan kaum muslimin terhadap issu negara Islam, melebihi ketakutan orang-orang kafir dan sekuler, sampai-sampai mereka tidak menyadari bahwa segala isme (faham) atau pun Ideologi di dunia ini berjuang meraih kekuasaan untuk mendirikan negara berdasarkan isme atau ideologi
yang dianutnya.

Selama 32 tahun berkuasanya rezim Soeharto, sosialisasi tentang Negara Islam Indonesia seakan terhenti. Oleh karena itu adanya bedah buku atau pun terbitnya buku-buku yang mengungkapkan manipulasi sejarah ini, merupakan perbuatan luhur dalam meluruskan distorsi sejarah yang selama
bertahun-tahun menjadi bagian dari khazanah sejarah bangsa.

Sejak berdirinya Republik Indonesia, rakyat negeri umumnya, telah ditipu oleh penguasa, hingga saat sekarang. Umat Islam yang menduduki jumlah mayoritas telah disesatkan pemahaman sejarah perjuangan Islam itu sendiri.
Sudah seharusnya, di masa reformasi ini, umat Islam menyadari bahwa di Indonesia pernah ada suatu gerakan anak bangsa yang berusaha membangun supremasi Islam, yaitu Negara Islam Indonesia yang berhasil diproklamasikan, 7 Agustus 1949, dan berhasil mempertahankan eksistensinya hingga 13
tahun lamanya (1949-1962). Namun rezim yang berkuasa telah memanipulasi sejarah tersebut dengan seenaknya, sehingga umat Islam sendiri tidak mengenal dengan jelas sejarah masa lalunya.

Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo, adalah sebuah nama yang cukup problematis dan kontroversial di negara Indonesia, dari dulu hingga saat ini. Bahwa dia dikenal sebagai pemberontak, harus kita luruskan.Bukan saja demi membetulkan fakta sejarah yang keliru atau sengaja dikelirukan, tetapi juga supaya kezaliman sejarah tidak terus berlanjut terhadap seorang tokoh yang seharusnya dihormati.

Semasa Orla berkuasa (1947-1949) yang merupakan puncaknya perjuangan Negara Islam Indonesia, SM. Kartosuwiryo memang dikenal sebagai pemberontak. Tetapi fakta yang sebenarnya adalah, Kartosuwiryo sesungguhnya tokoh penyelamat bagi bangsa Indonesia, lebih dari apa yang dilakukan oleh Soekarno dan tokoh tokoh nasionalis lainnya. Pada waktu Soekarno bersama tentara Republik
pindah ke Yogyakarta sebagai akibat dari perjanjian Renville, yang menyebutkan bahwa wilayah Indonesia hanya tinggal Yogya dan sekitamya saja, dan wilayah yang masih tersisa itu pun, dipersengketakan antara Belanda dan Indonesia, sehingga pada waktu itu nyaris Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah tidak ada lagi. Dan yang ada hanyalah negara-negara serikat, baik
yang sudah terbentuk, atau pun yang masih dalam proses melengkapi syarat-syarat kenegaraan. Seperti Jawa Barat, ketika itu dianjurkan oleh Belanda supaya membentuk Negara Pasundan, namun belum terbentuk sama sekali, karena belum adanya kelengkapan kenegaraan.

Ketika segala peristiwa yang telah disebutkan di atas, menggelayuti atmosfir politik Nusantara, pada saat itu Indonesia dalam keadaan vacuum of power. Pada saat itulah, Soekarno memerintahkan semua pasukan untuk pindah ke Yogyakarta berdasarkan perjanjian Renville. Guna memberi legitimasi Islami, dan untuk rnenipu umat Islam Indonesia dalam memindahkan pasukan ke Yogya, Soekarno telah memanipuiasi terminologi al-Qur'an dengan menggunakan istilah "Hijrah" untuk menyebut pindahnya pasukan Republik, sehingga nampak Islami dan tidak terkesan melarikan diri. Namun S.M. Kartosuwiryo
dengan pasukannya tidak mudah tertipu, dan menolak untuk pindah ke Yogya. Bahkan bersama pasukannya, ia berusaha mempertahankan wilayah jawa Barat, dan menamakan Soekarno dan pasukannya sebagai pasukan liar yang kabur dari medan perang.

Jauh sebelum kemerdekaan, yaitu pada tahun 1930-an, istilah"hijrah" sudah pernah diperkenalkan, dan dipergunakan.sebagai metode perjuangan modern yang brillian oleh S.M. Kartosuwiryo, berdasarkan tafsirnya terhadap sirah Nabawiyah. Ketika itu, pada tahun 1934 telah muncul dua metode perjuangan
yaitu cooperatif dan non cooperatif. Metode non cooperatif, artinya tidak mau masuk ke dalam parlemen dan bekerja sama dengan pemerintah Belanda namun bersifat pasif, tidak berusaha menghadapi penguasa yang ada. Metode ini sebenamya dipengaruhi oleh politik SWADESI, politik Mahatma Gandhi dari India. Lalu muncullah S.M. Kartosuwiryo dengan metode Hijrah, sebuah metode yang berusaha membentuk komunitas sendiri, tanpa kerjasama dan aktif, berusaha untuk melawan kekuatan penjajah.

Akan tetapi, pada waktu itu, metode ini dikecam keras oleh Agus Salim, karena menganggap S.M. Kartosuwiryo menerapkan metode hijrah ini di dalam suatu masyarakat yang belum melek politik. Sehingga ia kemudian berusaha menanamkan politik dan metode hijrah itu kepada anggota PSII pada
khususnya. Dengan harapan setelah memahami politik, mereka mau menggunakan metode ini, karena paham politik sangat penting. Namun, Agus Salim menolaknya, karena ia tidak setuju dengan politik tersebut. Menurutnya rakyat atau anggota partai hanyalah boleh mengetahui masalah mekanisme organisasi tanpa mengetahui konstelasi politik yang sedang berlangsung, dan hanya elit pemimpin
saja yang boleh mengetahui. Sedangkan "hijrah" adalah berusaha menarik diri dari perdebatan politik, kemudian berusaha membentuk barisan tersendiri dan berusaha dengan kekuatansendiri untuk mengantisipasi sistem perjuangan yang tidak cukup progresif dan tidak Islami. Faktor inilah yang menjadi awal perpecahan PSII, yaitu melahirkan PSII Hijrah yang memakai metode hijrah dan PSII Penyadar yang dipimpin Agus Salim.

Walaupun metode Hijrah, bagi sebagian tokoh politik saat itu, terlihat mustahil untuk digunakan sebagai metode perjuangan, namun ternyata dapat berjalan efektif pada tahun 1949 dengan terbentuknya Negara Islam Indonesia yang diproklamasikan dibawah bendera Bismillahirrahmaniirrahim. Sehingga pantaslah, jika kita tidak memperhatikan rangkaian sejarah sebelumnya secara seksama, memunculkan anggapan bahwa berdirinya Negara Islam Indonesia berarti adanya negara di dalam negara, karena Proklamasi RI pada tahun 1945 telah lebih dahulu dilakukan.

Namun sebenamya jika kita memahami sejarah secara benar dan adil, maka kedudukan Negara Islam Indonesia dan RI adalah negara dengan negara. Karena negara RI hanya tinggal wilayah Yogyakarta waktu itu, sementara Negara Islam Indonesia berada di Jawa Barat dan mengalami ekspansi (pemekaran) wilayah. Daerah Jawa Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan dan Aceh mendukung berdirinya Negara Islam Indonesia. Dan dukungan itu bukan hanya berupa pernyataan atau retorika belaka, tapi ikut bergabung secara revolusional. Barangkakali benar, bahwa Negara Islam Indonesia adalah satu-satunya gerakan rakyat yang disambut demikian meriah di beberapa daerah di indonesia.

Melihat sambutan yang gemilang hangat dari saudara muslim lainnya, maka rezim Soekarno berusaha untuk menghambat tegaknya Negara Islam Indonesia bersama A.H. Nasuion, seorang tokoh militer beragama Islam yang dibanggakan hingga sekarang, tetapi ternyata mempumyai kontribusi yang negatif
dalam perkembangan Negara Islam Indonesia. Dia bersama Soekarno berusaha menutupi segala hal yang memungkinkan S.M. Kartosuwiryo dan Negara lslam Indonesia kembali terangkat dalam masyarakat, seperti penyembunyian tempat eksekusi dan makam mujahid Islam tersebut.

Nampaklah sekarang bahwa sebenarnya penguasa Orla dan Orba, telah melakukan kejahatan politik dan sejarah sekaligus, yang dosanya sangat besar yang rasanya sulit untuk dimaafkan. Mungkin bisa diumpamakan, hampir sama dengan dosa syirik dalam pengertian agama, yang merupakan dosa terbesar dalam Islam. Karena prilaku politik yang mereka pertontonkan, telah menyesatkan masyarakat dalam memahami sejarah perjuangan Islam di Indonesia dengan sebenarnya. Berbagai rekayasa politik untuk memanipulasi sejarah telah dilakukan sampai hal yang sekecil-kecilnya mengenai perjuangan serta pribadi S.M. Kartosuwiryo. Seperti pengubahan data keluarganya, tanggal dan tahun lahirnya. Semua itu ditujukan agar SMK dan Negara Islam Indonesia jauh dari ingatan masyarakat.

Sekalipun demikian, S.M. Kartosuwiryo tidak berusaha membalas tindakan dzalim pemerintah RI. Pernah suatu ketika Mahkamah Agung (Mahadper) menawarkan untuk mengajukan permohonan grasi (pengampunan) kepada presiden Soekarno, supaya hukuman mati yang telah dijatuhkan kepadanya
dibatalkan, namun dengan sikap ksatria ia menjawab," Saya tidak akan pernah meminta ampun kepada manusia yang bernama Soekarno".

Kenyataan ini pun telah dimanipulasi. Menurut Holk H. Dengel dalam bukunya berbahasa Jerman, dan dalam terjemahan Indonesia berjudul: "Darul Islam dan Kartosuwiryo, Angan-angan yang gagal", mengakui bahwa telah terjadi manipulasi data sejarah berkenaan dengan sikap Kartosuwiryo menghadapi tawaran grasi tersebut. Tokoh sekaliber Kartosuwiryo tidak mungkin minta maaf, namun ketika kita baca dalam terjemahannya yang diterbitkan oleh Sinar Harapan telah diubah sebaliknya, bahwa Kartosuwiryo meminta ampun kepada Soekamo, dan kita tahu Sinar Harapan adalah bagian dari kekuatan Kristen yang bahu -membahu dengan penguasa sekuler dalam mendistorsi sejarah Islam.

Dalam majalah Tempo 1983, pernah dimuat kisah seorang petugas eksekusi S.M. Kartosuwiryo, yang menggambarkan sikap ketidak pedulian Kartosuwiryo atas keputusan yang ditetapkan Mahadper RI kepadanya. Ia mengatakan bahwa 3 hari sebelum hukuman mati dilaksanakan, Kartosuwiryo tertidur nyenyak, padahal petugas eksekusinya tidak bisa tidur sejak 3 hari sebelum pelaksanaan hukuman mati. Dari sinilah akhimya diketahui kemudian dimana pusara Kartosuwiryo berada, yaitu di pulau Seribu.

Usaha untuk mengungkapkan manipulasi sejarah adalah sangat berat. Satu di antara fakta sejarah yang dimanipulasi, adalah untuk mengungkap kebenaran tuduhan teks proklamasi dan UUD Negara Islam Indonesia adalah jiplakan dari proklamasi Soekarno-Hatta. Yang sebenamya terjadi justru kebalikannya.
Ketika Hiroshima dan Nagasaki di bom (6 - 9 Mei 1945) S.M. Kartosuwiryo sudah tahu melalui berita radio, sehingga ia berusaha memanfaatkan peluang ini untuk sosialisasi proklamasi Negara Islam Indonesia. Ia datang ke Jakarta bersama pasukan Hisbullah dan mengumpulkan massa guna mensosialisasikan kemungkinan berdirinya Negara Islam Indonesia, dan rancangan konsep proklamasi Negara Islam lndonesia kepada masyarakat. Sebagai seorang tokoh nasional yang pernah ditawari sebagai menteri pertahanan muda yang kemudian ditolaknya, melakukan hal ini tentu bukan perkara sulit. Salah satu di antara massa yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah Sukarni dan Ahmad Subarjo.

Mengetahui banyaknya dukungan terhadap sosialisasi ini, mereka menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdengklok agar mempercepat proklamasi RI sehingga Negara Islam Indonesia tidak jadi tegak. Bahkan dalam bukunya, Holk H. Dengel menyebutkan tanggal 14 Agustus 1945 Negara Islam Indonesia telah di proklamirkan, tetapi yang sebenarnya baru sosialisasi saja. Ketika di Rengasdengklok Soekamo menanyakan kepada Ahmad Soebardjo, sebagaimana ditulis Mr. Ahmad Soebardjo dalam bukunya "Lahirnya Republik Indonesia".
Pertanyaan Soekarno itu adalah: "Masih ingatkah saudara, teks dari bab Pembukaan Undang-Undang Dasar kita ?"
"Ya saya ingat, saya menjawab,"Tetapi tidak lengkap seluruhnya".
"Tidak mengapa," Soekarno bilang, "Kita hanya memerlukan kalimat-kalimat yang menyangkut Proklamasi dan bukan seluruh teksnya".
Soekarno kemudian mengambil secarik kertas dan menuliskan sesuai dengan apa yang saya ucapkan sebagai berikut : "Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan".

Jika kesaksian Ahmad Soebardjo ini benar, jelas tidak masuk akal, karena kita tahu bahwa UUD 1945 baru disahkan dan disetujui tanggal 18 Agustus 1945 setelah proklamasi. Sehingga pertanyaan yang benar semestinya adalah, "Masih ingatkah saudara akan sosialisasi proklamasi Negara Islam Indonesia?" Maka wajarlah jika naskah Proklamasi RI yang asli terdapat banyak coretan. Jelaslah bahwa ternyata Soekarno-Hatta yang menjiplak konsep naskah proklamasi Negara Islam Indonesia, dan bukan sebaliknya. Memang sedikit sejarawan yang mengetahui mengenai kebenaran sejarah ini. Di antara yang sedikit itu adalah Ahmad Mansyur Suryanegara, beliau pernah mengatakan bahwa S.M. Kartosuwiryo pernah datang ke Jakarta pada awal Agustus 1945 bersama pasukan Hizbullah dan Sabilillah.

"Sebenarnya, sebelum hari-hari menjelang proklamasi RI tanggal 17 Agustus 1945, Kartosuwiryo telah lebih dahulu menebar aroma deklarasi kemerdekaan Islam, ketika kedatangannya pada awal bulan Agustus setelah mengetahui bahwa perseteruan antara Jepang dan Amerika memuncak dan menjadi bumerang bagi Jepang. Ia datang ke Jakarta bersama dengan beberapa orang pasukan laskar Hisbullah, dan segera bertemu dengan beberapa elit pergerakan atau kaum nasionalis untuk memperbincangkan peluang yang mesti diambil guna mengakhiri dan sekaligus mengubah determinisme sejarah rakyat Indonesia. Untuk memahami mengapa pada tanggal 16 Agustus pagi Hatta dan Soekamo tidak dapat
ditemukan di Jakarta, kiranya Historical enquiry berikut ini perlu diajukan : Mengapa Soekarno dan Hatta mesti menghindar begitu jauh ke Rengasdengklok padahal Jepang memang sangat menyetujui persiapan kemerdekaan Indonesia? Mengapa ketika Soebardjo ditanya Soekarno, apakah kamu ingat pembukaan Piagam Jakarta ? Mengapa jawaban yang diberikan dimulai dengan kami bangsa Indonesia ...? Bukankah itu sesungguhnya adalah rancangan Proklamasi yang sudah dipersiapkan Kartosuwiryo pada tanggal 13 dan 14 Agustus 1945 kepada mereka ? Pada malam harinya mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, yaitu Soekarni dan Ahmad Soebardjo, ke garnisun PETA di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak di sebelah barat kota Karawang, dengan dalih melindungi mereka bilamana meletus suatu pemberontakan PETA dan HEIHO. Ternyata tidak terjadi suatu pemberontakan pun, sehingga Soekamo dan Hatta segera menyadari bahwa kejadian ini merupakan suatu usaha memaksa mereka supaya menyatakan kemerdekaan di luar rencana pihak Jepang, tujuan ini mereka tolak. Laksamana Maida mengirim kabar bahwa jika mereka dikembalikan dengan selamat maka dia dapat mengatur agar pihak Jepang tidak menghiraukan bilamana kemerdekaan dicanangkan. Mereka mempersiapkan naskah proklamasi hanya berdasarkan ingatan tentang konsep proklamasi Islam yang dipersiapkan SM. Kartosuwiryo pada awal bulan Agustus 1945. Maka, seingat Soekarni dan Ahmad
Soebardjo, naskah itu didasarkan pada bayang-bayang konsep proklamasi dari S.M. Kartosuwiryo, bukan pada konsep pembukaan UUD 1945 yang dibuat oleh BPUPKI atau PPKI." (Al Chaidar, Pengantar Pemikiran Politik Proklamator Negara Isalam Indonesia S.M. Kartosoewirjo, hal. 65, Pen. Darul Falah, Jakarta).

Demikianlah, berbagai manipulasi sejarah yang ditimpakan kepada Darul Islam dan pemimpinnya, sedikit demi sedikit mulai tersibak, sehingga dengan ini diharapkan dapat membuka cakrawala berfikir dan membangun kesadaran historis para pembaca. Lebih dari itu, upaya mengungkap manipulasi sejarah Negara Islam Indonesia yang dilakukan semasa orla dan orba oleh para sejarawan merupakan suatu keberanian yang patut didukung, supaya pembaca mendapatkan informasi yang berimbang dari apa yang selama ini berkembang luas.

Kami bersyukur kepada Allah Malikurrahman atas antusiame generasi muda Islam dalam menerima informasi yang benar dan obyektif mengenai sejarah perjuangan menegakkan Negara Islam dan berlakunya syari'at Islam di negeri ini. Semoga Allah memberi hidayah dan kekuatan kepada kita semua, sehingga perjuangan menjadikan hukum Allah sebagai satu-satunya sumber dari segala sumber
hukum dalam kehidupan berbangsa dan bernegara segera terwujud di Indonesia yang, menurut sensus adalah negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam. Amin, Ya Arhamar Rahimin !

Sekelumit isi dari buku "Serial Musuh-musuh Darul Islam 01 : Sepak Terjang KW9 Abu Toto Menyelewengkan NKA-NII Pasca S.M. Kartosoewirjo"

Detail buku karangan Al-Chaidar berikut: "Serial Musuh-musuh Darul Islam 01: Sepak Terjang KW9 Abu Toto Menyelewengkan NKA-NII Pasca S.M. Kartosoewirjo" Berikut ini saya cuplikkan bagian dari buku tersebut, khususnya antara halaman 91-95: Ciri-Ciri Pengikut NII Abu Toto yang Sesat dan Menyesatkan Berbagai berita yang beredar di masyarakat awam, bahwa dalam lingkungan komunitas muslimin di Indonesia, sekelompok gerombolan di bawah pimpinan Toto Abdussalam ini punya garis perjuangan mentereng, yaitu mendirikan Negara Islam Indonesia. Ironisnya perilaku kelompok ini justru berbentangan dengan ajaran Islam. Mereka tidak mewajibkan shalat lima waktu, yang sebenarnya wajib. Mereka pun memiliki kriteria yang melenceng tentang ketentuan menutup aurat Bahkan mereka menilai kondisi saat ini sama dengan masa jahiliyah, oleh karenanya mereka merasa berhak mengambil harta siapapun (warga negara Indonesia, tak peduli pribumi atau non-pribumi, muslim atau non-muslim) dengan dalih dan cara apapun. Gerombolan ini (mereka menyebut dirinya KW9) mengklaim memiliki outlet di 27 propinsi. Untuk wilayah Jakarta, dipimpin oleh seorang bemama Syaifullah, salah seorang kader kepercayaan Toto Abdussalam yang sangat loyal. Meski memiliki outlet di 27 propinsi, Toto Abdussalam sendiri lebih cenderung ngendon di Jakarta. Sebagai pimpinan puncak di kelompoknya, Toto Abdussalam berhasil menjalin hubungan baik dengan kalangan Polisi dan Tentara.. Jadi, kalau pada suatu hari ada salah seorang anak buahnya yang terpaksa berurusan dengan Polisi dan Tentara, Toto Abdussalam tinggal menelpon petinggi kepolisian/tentara koleganya, maka urusan pun sudah tuntas. Cara-cara gerombolan ini mengumpulkan dana, selain ditempuh dengan cara mengambil harta siapapun, dengan dalih dan cara apapun, juga dengan menetapkan sejumlah target kepada setiap jemaahnya. Berikut adalah ciri-ciri lainnya kelompok Toto Abdussalam: (01) pengajian tertutup, dan dalam tempo singkat, terkesan pemaksaan. (02) calon pengikutnya diajak ke suatu tempat tertentu untuk dibai'at. (03) mata sang calon ditutup rapat dan penutup baru dibuka bila mereka sampai tiba di tempat tujuan. (04) mereka berdakwah dengan menjual ayat-ayat Al-Qur'an dan Dienul Islam, tetapi dalam pelaksanaannya sangat jauh dari Dienul Islam yang mereka ungkapkan. (05) mereka suka melakukan penyedotan dana jamaahnya, sedikit-sedikit bayar uang. (06) tidak ada kewajiban untuk menutup aurat bagi wanitanya. (07) tidak mewajibakan shalat dengan alasan belum Futuh Mekkah, padahal Nabi Muhammad SAW wafat setelah terjadi Futuh Mekkah. (08) tidak mampu berinfaq dianggap hutang. (09) mengkafirkan orang di luar kelompoknya. (10) menghalalkan bentuk pencurian. (11) Mereka mengatas- namakan NII untuk lebih mudah menjaring aktivis muslim, tetapi di sisi lain menghalalkan darah muslimin. (12) Isra Mi'raj, ketika Nabi naik langit ketujuh mereka artikan tentang tujuh tingkat struktur pemerintahan, yaitu RT, RW, Lurah, Camat, Bupati, Gubernur dan Presiden. (13) dan masih banyak bentuk-bentuk penyimpangan Al-Qur'an dan Sunnah lainnya. Disinyalir kelompok NII KW9 Abu Toto ini adalah misi terselubung untuk menghancurkan pemahaman nilai-nilai ajaran Islam dengan memakai Islam itu sendiri. Seperti sebuah teori politik dari Napoleon Bonaparte dikatakan, "Kalau ingin membunuh kuda, gunakanlah kuda". Dimunculkannya NII KW9 adalah usaha untuk menghancurkan NII dari dalam, dengan caca mempengaruhi image masyarakat bahwa NII sedemikian rupa. … …menonjol terlihat dewasa ini ada pada kelompok NII versi Abu Toto. Dalam kelompok ini mempunyai pemahaman da'wah yang mirip dengan ingkarussunnah, bukan dalam pengertian mengingkari sunnah (perjalanan) nabi dari mulai diberikan wahyu sampai futuh, namun dalam pengertian bahwa mereka telah banyak mengingkari hadits-hadits nabi sebagai hujjahnya. Bahkan sumber informasi menyebutkan bahwa dalam metode dakwah mereka mempergunakan gerakan Isa Bugis. Adapun Beberapa ciri dan keanehan gerakan ini adalah: Pertama, pengajiannya sangat eksklusif, misalnya disekap dalam sebuah kamar rumah yang tidak diketahui pemiliknya. Orang yang memberi pengajian seringnya tidak diketahui secara jelas alamatnya, bahkan namanya pun seringnya bukan nama asli.. Kedua, biasanya materi pertama adalah tentang kebenaran A1-Qur'an. Dari materi dasar ini, para peserta pengajian akan menerima materi-materi berikutnya dengan rujukan Al-Qur'an dan jarang menggunakan hadits, sebab mereka bertameng dengan sebuah sabda Nabi Shalallahu.'alaihi wassalam yang berbunyi: "Inna khaerul hadits kitaaballah..." Artinya: "Sebaik-baik hadits adalah kitabullah". Dari sini mulai nampak ciri ingkarussunnahnya, dan inilah hal-hal yang paradoks di dalam ajaran mereka. Menolak hadits tapi berdalil dengan hadits. Ketiga, A1-Qur'an ditafsirkan menurut kepentingan mereka sendiri. Pengambilan hujjah dari Al-Qur'an nampak sekedar mencari legitimasi atas sebuah pemahaman, tanpa rujukan dari hadits dan tafsir bahkan bahasa Arab yang benar. Keempat, menghalalkan harta di luar kelompoknya. Mereka menganggap di luar kelompok mereka halal hartanya, dengan menganggapnya sebagai harta fa'i.. Di sebuah SPK, bendahara kelas yang ikut kelompok KW9 ini menggelapkan uang milik teman-temannya. Kelima, tentang kewajiban Shalat. Mereka tidak menganggap bahwa ibadah shalat sebagai kewajiban setiap Muslim (fardhu 'ain). Terbukti banyak waktu shalat yang terlampaui ketika kegiatan pengajian. Misalnya, pengajian dimulai sebelum dhuhur dan selesai ba'da ashar, pada dua waktu shalat itu mereka tidak melaksanakannya. Mereka memberikan hujjah bahwa da'wah yang dilakukan sama dengan melakukan shalat, dan dengan da'wah-da'wah (tilawah) itulah sesungguhnya dapat tercegahnya manusia dari perbuatan keji dan mungkar. Kalaupun ada yang melakukan shalat, shalatnya itu dirapel (digabung atau diborong) menjadi satu waktu. Dan berbagai keanehan pemahaman lainnya yang tidak perlu kami bahas lagi di sini, mengingat begitu jauhnya pemahaman tersebut dari pemahaman yang haq sebagaimana disampaikan oleh para ulama dan salafussaleh. Gerakan tersebut kontra produktif dengan aktifitas da'wah Islam. Berbagai sikap phobi masyarakat banyak diakibatkan oleh mereka, dan menganggap kalau ada pengajian rutin dan intensif disamakan dengan mereka (gerakan NII Abu Toto) sehingga dicurigai, dilarang dan sebagainya. Sekali lagi, tidak semua gerakan lembaga NII mempunyai ciri dan keanehan seperti tersebut di atas. Hanya saja, itulah diantara sebagian yang kami dapati dengan mengatasnamakan gerakan NII, yang menyebut nama Kartosuwiryo di dalam bai'atnya, bahkan menggunakan struktur dan kekuasaan mirip yang pernah dipraktekkan oleh S.M. Kartosoewirjo. Namun memiliki kejanggalan sebagai sebuah tatanan kenegaraan sehingga membuat rancu dalam legitimasi dan pelaksanaan programnya…(Jeffrey Ahmad Assyayyaf )

Rabu, 20 Agustus 2008

Fiqih Jihad


JIHAD MELAWAN PEMERINTAH YANG MURTAD
( PEMERINTAHAN RI )

Jika pemerintah melakukan kekafiran (menolak memberlakukan syari’at Allah) dan ia mempertahankan diri dengan kekuatan, maka wajib memeranginya, dan peperangan ini adalah fardlu ‘ain yang lebih diutamakan dari pada yang lainnya.

A. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada para penguasa yang menjalankan pemerintahannya dengan selain syari’at Islam di berbagai negeri kaum muslimin. Mereka itu kafir berdasarkan firman Alloh: “Barang siapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-oang yang kafir." (QS. 5:44). Dan juga firman Alloh: “Kemudian orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb mereka." (QS. 6:1)
Dan berdasarkan ayat-ayat yang lain. Sedangkan kebanyakan mereka mangaku Islam, maka dengan demikian mereka murtad lantaran kekafiran mereka. Dan pada hakekatnya para penguasa itu, selain mereka menjalankan hukum selain hukum yang diturunkan Alloh, mereka juga membuat syari’at bagi manusia sesuai dengan kemauan mereka. Dengan demikian mereka mengangkat diri mereka sebagai arbab (tuhan-tuhan) bagi manusia selain Alloh. Sebagaimana firman Alloh: “Mereka menjadikan orang-orang alim dan rahib-rahib mereka sebagai rabb-rabb selain Allah,." (QS. 9:31) . Dengan demikian maka kekafiran mereka bertumpuk-tumpuk, selain mereka juga menghalang-halangi manusia dari jalan Alloh. Dan permasalahan ini telah dijabarkan dalam risalah yang lain yang berjudul “Risalah Da’watut Tauhid”. Di buku ini dijawab sanggahan-sanggahan yang terdapat pada seputar ayat dalam surat Al-Maidah, yang berbunyi: “Dan barang siapa yang tidak memutuskan perkara dengan apa yang diturunkan oleh Alloh, maka mereka itu orang-orang kafir.” Bahwasanya ayat ini merupakan nash secara umum dipandang dari berbagai segi. Dan sesungguhnya kafir yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah kufur akbar. Dan apabila perkataan para sahabat jika saling berselisih dalam menafsirkan sebuah ayat, maka kita pilih yang dikuatkan oleh dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, sebagai mana hal itu ditetapkan dalam ushul fikih. Bahwa apa yang terjadi di kebanyakan negeri kaum muslimin sekarang ini sama dengan kejadian yang menjadi sebab turunnya ayat tersebut, yaitu menghapus hukum syari’at serta membuat hukum baru yang dijadikan syari’at baru yang harus diikuti oleh manusia. Sebagai mana orang yahudi menghapus hukum taurot yang berupa merajam orang yang berzina, lalu mereka membuat hukum sebagai pengganti. Dan saya sebutkan dalam risalah tersebut bahwa kejadian yang menjadi sebab turunnya ayat itu secara qoth’i masuk ke dalam pengertian ayat, sebagaimana yang ditetapkan dalam ushul fikih. Dan inilah yang disinggung oleh Isma’l Al-Qodli sebagaimana yang dinukil oleh Ibnu Hajar: Isma’il Al-Qodli mengatakan dalam kitab Ahkamul Qur’an, setelah ia menceritakan perselisihan pendapat tentang dzohinya ayat, ia menunjukkan bahwa barangsiapa melakukan sebagaimana yang mereka lakukan, dan membuat sebuah hukum yang menyelisihi hukum Alloh, lalu hukum yang ia buat itu dia jadikan ajaran yang diamalkan, maka dia juga mendapatkan ancaman yang tersebut dalam ayat tersebut sebagaimana yang mereka dapatkan. Baik orang itu hakim atau yang lainnya.・(Fathul Bari XIII/120) . Maka semua orang yang ikut serta dalam membuat undang-undang positif itu atau memutuskan perkara dengan menggunakan hukum tersebut, maka ia kafir, kufur akbar, ia keluar dari agama Islam, meskipun dia melakukan rukun Islam yang lima dan amalan yang lainnya. Dan inilah yang ditetapkan oleh kebanyakan ulama・mu’ashirin (masa sekarang), sebagaimana yang dinukil dalam kitab ini (Al-Jami・ pada bab III dari Ahmad Syakir, Muhammad Hamid Al-Faqi dan Muhammad bin Ibrohim Alusy Syaikh.

B. Penguasa murtad ini jika tidak mempunyai kekuatan, maka wajib untuk dipecat dengan segera, lalu dihadapkan ke qodli (hakim syar’y). Jika dia tidak mau bertaubat, maka dia dibunuh. Dan jika dia bertaubat ia tidak memegang kekuasaannya kembali, sebagaimana sunnah Abu Bakar dan Umar ra. Sedangkan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam., bersabda: “Hendaknya kalian berpegang dengan sunnahku dan sunnah para kholifah risyidin yang mendapatkan petunjuk setelahku. Gigitlah sunnah itu dengan gigi geraham.” Hadits ini diriwayatkan At-Tirmidzi, dan beliau menshohihkan hadits ini. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: ‘Umar, bahkan begitu juga Abu Bakar tidak pernah mengangkat pegawai yang mengurusi urusan kaum muslimin, seorang munafik, atau dari kerabat beliau berdua, dan beliau berdua tidak terpengaruh oleh celaan orang. Bahkan ketika keduanya memerang orang-orang murtad dan mengembalikan mereka ke dalam Islam, mereka dilarang untuk mengendarai kuda dan membawa senjata, sampai nampak ketulusan taubat mereka. Dan Umar pernah mengatakan kepada Sa’ad bin Abi Waqosh yang menjabat sebagai gubernur Irak; Jangan kau angkat seorangpun dari sebagai pegawai , dan jangan kau mintai pendapat dalam urusan perang. Sesungguhnya mereka itu adalah para pemuka seperti Thulaihah Al-Asadi, Al-Aqro・bin Habis, Uyainah bin Hish-n dan Al-Asy’ats bin Qois Al-Kindi. Orang-orang semacam mereka ini ketika dikhawatirkan oleh Abu Bakar dan Umar ada sifat kemunafikan pada mereka, maka mereka tidak diberi jabatan untuk memegang urusan kaum muslimin.・(Majmu・Fatawa XXXV/65).

C. Jika penguasa yang murtad itu mempertahankan diri dengan sebuah kelompok yang berperang membelanya, maka mereka wajib diperangi. Dan setiap orang yang berperang membelanya ia kafir sebagaimana penguasa itu. Berdasarkan firman Alloh; “Dan barangsiapa yang berwala kepada mereka, maka dia termasuk golongan mereka.” (Al-Maidah: 51)
Sedangkan kata barangsiapa・dalam ayat ini adalah bentuk kata yang bersifat umum mencakup siapa saja yang berwala・kepada orang kafir dan menolongnya baik dengan perkataan atau perbuatan. Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab dan yang lainnya mengatakan tentang hal-hal yang membatalkan Islam, (diantaranya adalah): menolong dan membantu orang-orang musyrik dalam menghadapi kaum muslimin, dan dalilnya adalah: Dan barangsiapa yang berwala・kepada mereka, maka dia termasuk golongan mereka. Sesungguhnya Alloh tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang dzolim.・(Al-Maidah: 51) (Majmu’atut Tauhid tulisan Ibnu Taimiyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. 38) . Maka orang-orang murtad itu diperangi meskipun mereka mengucapkan dua kalimat syahadat dan menampakkan beberapa syi’ar Islam, karena mereka melakukan perbuatan yang membatalkan pokok agama Islam. Alloh berfirman: “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut.” (QS. 4:76) . Maka setiap orang yang menolong orang kafir, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan dalam rangka membela kekafirannya, maka ia kafir juga. Dan ini merupakan hukum secara dzohir di dunia bagi orang yang mempertahankan diri dari kekuatan orang-orang beriman dan berjihad (mukminin mujahidin). Dan bisa jadi ia dalam hatinya masih muslim, karena mungkin masih terdapat penghalang kekafiran padanya, atau terdapat syubhat atau yang lainnya. Namun hal ini tidak menghalangi untuk menvonis kafir karena pada orang tersebut terdapat penyebab yang menuntut untuk dikafirkan. Dan inilah sunnah yang berlaku dalam menvonis orang-orang yang mumtani・(mempertahankan diri). Permasalahan ini telah saya jabarkan dalam risalah yang lain. Dan ilmu tentang ini harus disebar luaskan dikalangan manusia, supaya orang yang celaka ia celakan dengan jelas dan orang yang selamat ia selamat dengan jelas. Adapun dalil yang menjadi landasan untuk memberontak kepada pemerintah jika ia kafir adalah hadits Ubadah Ibnush Shomit Radliyallahu ‘anhu,: “Rosululloh memanggil kami, lalu kami berbai’at kepadanya untuk mendengar dan taat baik dalam keadaan senang atau tidak senang, baik dalam keadaan susah atau mudah, dan baik pemimpin itu lebih mengutamakan dirinya. Dan agar kami tidak menggulingkan penguasa dari kekuasaannya.・Beliau bersabda: Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata yang kalian mempunyai alasan dari Alloh.” (Hadits ini Muttafaq ‘alaih sedangkan lafadznya menggunakan lafadz Muslim). An-Nawawi berkata: berkata Al-Qodli ‘Iyadl; para ulama berijma’ bahwasanya kepemimpinan itu tidak boleh diberikan kepada orang kafir. Dan jika seorang pemimpin itu kafir, ia dipecat - sampai perkataannya - jika pemimpin itu kafir, atau mengganti syari’at atau dia berbuat bid’ah, maka gugurlah kekuasaannya dan gugur pula kewajiban taat kepadanya. Dan kaum muslimin wajib untuk mencopot kekuasaannya lalu menggantinya dengan imam yang ‘adil jika hal itu memungkinkan. Dan jika hal itu hanya bisa dilakukan oleh sekelompok orang, maka wajib kelompok itu untuk menggulingkan penguasa yang kafir. Sedangkan pemimpin yang melakukan bid’ah tidak wajib digulingkan kecuali jika mereka memperkirakan mampu untuk menggulingkannya. Namun jika mereka benar-benar tidak mampu, maka mereka tidak wajib melaksanakannya, dan orang Islam harus berhijroh dari negerinya itu ke negeri lainnya untuk menyelamatkan agamanya.・(Shohih Muslim Bisyarhin Nawawi XII/229). Ijma’ yang disebutkan oleh Al-Qodli ‘Iyadl ini juga dinukil oleh Ibnu Hajar dari Ibnu Bathol (Fathul Bari XIII/7), dan dari Ibnut Tin dan Ad-Dawudi (Fathul Bari XIII/8) dan dari Ibnut Tin (Fathul Bari XIII/116) dan Ibnu Hajar sendiri menyatakannya (Fathul Bari XIII/123). Jika kaum muslimin tidak mampu melaksanakannya, maka wajib untuk melakukan persiapan (I’dad). Ibnu Taimiyah berkata: sebagaimana mengadakan persiapan untuk berjihad dengan mempersiapkan kekuatan dan kuda yang ditambatkan itu wajib ketika jihad tidak mampu dilaksanakan karena lemah. Karena sesungguhnya kewajiban yang tidak bisa sempurna kecuali dengan sebuah sarana, maka sarana itupun hukumnya juga wajib.・(Majmu・Fatawa XXVIII/259). Dan Alloh berfirman: “Dan janganlah orang-orang yang kafir itu mengira, bahwa mereka akan dapat lolos (dari kekuasaan Allah). Sesungguhnya mereka tidak dapat melemahkan (Allah). Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi “ (QS. 8:59-60). Dan Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam., bersabda: “Ingatlah bahwa kekuatan itu adalah melempar.” Beliau mengatakan tiga kali. Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Uqbah bin Amir. Dari pembahasan di atas dapat diketahui bahwasanya kewajiban kaum muslimin terhadap para thogut itu telah ditetapkan berlandaskan nas syar’i, sehingga tidak boleh seorang muslimpun keluar dari ketetapan itu. Nash itu adalah: “Dan agar kami tidak menggulingkan penguasa dari kekuasaannya.” Beliau bersabda: “Kecuali jika kalian melihat kekafiran yang nyata yang kalian mempunyai alasan dari Alloh.”

Dan telah terjadi ijma’ atas wajibnya memberontak mereka, sebagaimana yang saya sebutkan di atas. Dengan demikian maka tidak diperbolehkan untuk berijtihad dalam masalah cara untuk menghadapi para thoghut itu, karena ada nas dan ijma’ dalam masalah itu. Dan sesungguhnya orang yang berijtihad dalam permasalahan ini yang mana masalah ini telah ada nas dan ijma’ maka orang tersebut telah benar-benar sesat. Sebagaimana orang yang berusaha untuk merealisasikan syari’at Islam melalui kesyirikan parlemen dan cara yang semacam itu. Jika ada orang yang mengatakan bahwa ketidak mampuan menghalangi kita untuk memberontak, maka kami katakan kepadanya, sesungguhnya kewajiban kita ketika tidak mampu adalah melakukan persiapan, bukan mengikuti mereka dalam kesyirikan parlemen mereka. Dan jika benar-benar tidak mampu maka wajib untuk hijroh. Dan jika tidak mampu untuk hijroh maka tinggallah dia sebagaimana orang yang lemah yang tunduk berdo’a kepada Alloh,: “Orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdo'a:"Ya Rabb kami, keluarkanlah kami dari negeri ini yang zalim penduduknya dan berilah kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah kami penolong dari sisi Engkau". (QS. 4:75) . Dan seorang muslim tidak akan ikut dalam parlemen perundang-undangan mereka. Karena ikut serta didalamnya berarti rela dengan sistem demokrasi yang menjadikan kedaulatan di tangan rakyat. Artinya pendapat mayoritas rakyat itulah yang menjadi syari’at yang harus diikuti oleh umat. Ini adalah kekafiran yang disebutkan dalam firman Alloh: “Dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Robb selain Allah. “ (QS. 3:64). Anggota-anggota parlemen ini adalah Robb-robb (tuhan-tuhan) yang disebutkan dalam ayat ini, dan ini adalah kekafiran. Dan barang siapa yang tidak mengetahui hal ini wajib untuk diberi tahu. Alloh berfirman: Dan sungguh Allah telah menurunkan kepada kamu di dalam al-Qur'an bahwa apabila kamu mendengar ayat-ayat Allah diingkari dan diperolok-olokkan (oleh orang-orang kafir), maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian), tentulah kamu serupa dengan mereka.・(QS. 4:140). Jadi, barang siapa yang duduk bersama mereka dan menyaksikan kekufuran mereka, maka ia kafir seperti mereka.

Jihad melawan pemerintah murtad dan para pembelanya tersebut hukumnya adalah fardlu ‘ain, wajib setiap muslim untuk melaksanakannya kecuali orang yang mempunyai udzur syar’i. Thoghut itu mengusir orang-orang yang komitmen dengan agama mereka dari kalangan orang-orang umum, dengan propaganda dan mengatakan mereka sebagai orang yang bodoh terhadap agama mereka, maka orang-orang komitmen dengan agama mereka haruslah juga mengasingkan para thoghut itu dari kalangan orang umum, dengan cara menyebarluaskan ilmu syar’i dan kewajiban untuk berjihad melawan mereka. Sebagaimana para thoghut itu memboikot harta dan mempersempit sumber penghidupan mereka, sebagaimana firman Alloh: “(Juga) bagi orang-orang faqir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka,” (QS. 59:8) . Maka wajib juga terhadap orang-orang yang komitmen terhadap agama mereka untuk mengusir para thoghut itu dari harta yang digunakan untuk memperkuat tentara mereka yang mereka gunakan untuk memerangi Alloh dan RosulNya. Oleh karena itu Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam., mendo’akan bencana atas orang-orang Quraisy yang berada di Al-Muja’ah. Dalam hal ini Abdulloh bin Mas’ud Dan telah saya jelaskan sebelumnya bahwa jihad itu fardlu ‘ain dalam tiga keadaan. Di antaranya adalah jika musuh menduduki negeri kaum muslimin. Dan begitulah keadaan orang-orang murtad yang berkuasa atas kaum muslimin. Mereka adalah musuh yang kafir yang menduduki negeri kaum muslimin. Dengan demikian maka memerangi mereka hukumnya adalah fardlu ‘ain. Oleh karena itu Al-Qodli ‘Iyadl mengatakan: wajib bagi setiap muslim untuk melaksanakannya.・Sedangkan perkataan Ibnu Hajar lebih jelas dalam menjelaskan keumuman kewajiban itu, ia berkata: ringkasnya bahwa penguasa itu dipecat jika melakukan kekafiran menurut ijma・ maka wajib kepada setiap muslim untuk melaksanakan hal itu.・(Fathul Bari XIII/123) . Dan inilah pengertian hadits Ubadah bin Shomit ra. Saya katakan; Kewajiban setiap muslim untuk berjihad melawan para thoghut itu merupakan ilmu yang harus disebar luaskan di kalangan kaum muslimin secara umum. Supaya setiap orang Islam mengetahui bahwa mereka secara pribadi diperintahkan Robbnya untuk memerangi pemerintah tersebut.

Sesungguhnya para thoghut itu telah membuat pemisah yang mematikan antara orang Islam yang awam dan antara orang-orang Islam yang multazimin (berpegang teguh dengan agamanya), supaya para thoghut itu dapat menekan orang-orang multazimin (yang berpegang teguh dengan agamanya) ditengah-tengah kebodohan dan sikap diam orang awam. Pada saat semua orang awam tersebut mendapatkan perintah yang sama, selama dia sebagai orang Islam meskipun dia orang fasik dan melakukan dosa-dosa besar. Karena kefasikan itu tidak dapat menggugurkan kewajiban syar’y jihad (lihat lampiran ke 4). Maka orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya harus menghancurkan pembatas yang mengasingkan mereka dari orang awam, dengan cara mengajarkan jihad ini kepada mereka secara dakwah individu dan dakwah umum. Supaya jihad itu menjadi permasalah seluruh kaum muslimin dan bukan hanya menjadi permasalahan jama’ah-jama’ah tertentu yang bisa dimusnahkan dalam waktu sehari semalam. Dan agar jihad ini berubah menjadi permasalahan orang awam, yang sebelumnya hanya menjadi permasalahan orang tertentu. Dengan demikian bencana itu akan berbalik kepada para thoghut dan para pembelanya, sehingga mereka akan terpisahkan setelah tersingkap kekafiran dan kejahatannya. Alloh berfirman: “Dan usirlah mereka dari tempat mereka telah mengusir kamu.” (QS. 2:191). Dan Alloh mengatakan kepada NabiNya: “Usirlah mereka sebagaimana mereka mengusirmu.” Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari Irbadl bin Himar. Sebagaimana para mengatakan: “Sesungguhnya orang-orang Quraisy ketika mereka mengalahkan nabi, beliau berdo’a; Ya Alloh bantulah aku menghadapi mereka dengan menimpakan paceklik sebagaimana yang Engkau timpakan pada masa Yusuf. Maka orang quraisy pun tertimpa paceklik sampai-sampai mereka maka tulang dan bangkai pada masa itu.” Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bukhori no. 4822. Dan haram bagi orang Islam untuk membayarkan harta mereka kepada para thoghut itu dalam bentuk apapun seperti pajak dan lain-lain, kecuali darurat atau mukroh (dipaksa). Alloh berfirman: “Dan janganlah kalian saling tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2). Dan Alloh berfirman: “Dan janganlah kau berikan harta kalian kepada sufaha・(orang-orang bodoh).” (An-Nisa・ 5) . Dan harus diketahui, bahwa pemerintahan thoghut dan undang-undangnya itu tidak syah secara syar’i. Sungguh Rosululloh Shallallahu ‘alaihi wa Sallam., telah bersabda: “Barangsiapa yang beramal dengan amalan yang bukan ajaran kami maka amalan itu tertolak.” (Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim).

Dan wajib pula bagi kaum muslimin untuk menguasai harta orang-orang kafir dengan paksaan (sebagai ghonimah) atau dengan tipu daya dan yang lainnya (sebagai fai’. Dan Rosululloh telah keluar untuk menguasai harta orang-orang Quraisy untuk dipergunakan kaum muslimin, maka terjadilah perang Badar. Kesimpulannya secara umum adalah hendaknya permasalahan jihad itu dirubah dari permasalahan orang-rang tertentu menjadi permasalahan umum. Karena membatasi jihad dalam permasalahan orang-orang tertentu tidak akan mendatangkan perubahan yang diharapkan karena hal ini bertentangan dengan kaidah yang tidak akan berubah: “Sesungguhnya Alloh tidak akan merubah keadaan suatu kaum sampai mereka merubah keadaan diri mereka sendiri.” (Ar-Ro’d: 11) . Hal ini bukan berarti semua rakyat harus ikut serta dalam permasalahan ini, karena hal ini tidak mungkin. Akan tetapi yang diharapan adalah hendaknya dilaksanakan oleh sejumlah orang yang membangun kekuatan yang mampu untuk melaksanakan pemerintahan Islam kemudian menjaganya dari musuh-musuh yang berada di dalam dan di luar. Adapun yang lainnya cukup untuk menjadi pendukung atau minimal menjadi orang yang netral, sampai kebenaran itu jelas bagi mereka. Dan wajib pula untuk menyadarkan orang awam, jika mereka tidak bisa memberikan peran positif maka jangan sampai mereka memberikan peran negatif. Hal ini dapat dilakukan dengan tidak memberikan bantuan kepada para thoghut, dan meningkatkan pertentangan terhadap thoghut. Lalu akan meningkat pula keganasan dan gangguan mereka terhadap orang-orang yang beriman. Dengan demikian permasalahan jihad ini setiap hari akan memasuki rumah baru dari rumah-rumah kaum muslimin, yang akan mendapatkan para pembela baru sampai datang janji Alloh, sesungguhnya Alloh tidak akan mengingkari janjiNya. Alloh berfirman: “Dan Kami hendak memberi karunia kepada orang-orang yang tertindas di bumi (Mesir) itu dan hendak menjadikan mereka pemimpin dan menjadikan mereka orang-orang yang mewarisi (bumi), dan akan Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi dan akan Kami perlihatkan kepada Fir'aun dan Haman beserta tentaranya apa yang selalu mereka khawatirkan.” (QS. 28: 5-6)

Memerangi para penguasa murtad itu lebih diutamakan dari pada memerangi orang-orang kafir asli (yang kekafirannya bukan karena disebabkan murtad-pent.) seperti yahudi, nasrani dan penyembah berhala. Hal ini ditinjau dari tiga sisi:

Pertama; jihad semacam ini merupakan jihadu daf’i (defensif) yang hukumnya adalah fardlu ‘ain, sehingga jihad semacam ini lebih diutamakan daripada jihaduth tholab (ofensif). Jihad ini adalah jihadu daf’i karena para penguasa tersebut adalah orang-orang kafir yang menguasai negeri kaum muslimin. Ibnu Taimiyah berkata: Adapun qitalu daf’i, perang ini merupakan yang paling besar dalam rangka melawan penyerang yang merusak agama dan dunia. Tidak ada yang lebih wajib setelah beriman selain melawannya. Tidak disyaratkan lagi dengan syarat apapun, akan tetapi mereka dilawan sesuai dengan kemampuan.・(Al-Ikhtiyarot Al-Fiqhiyah, hal 309). Dan disebutkan pada faqroh ke 7 bahwa jihad menjadi fardlu ‘ain ketika musuh menduduki negeri kaum muslimin.

Kedua: Mereka adalah orang-orang murtad, dan telah berlalu penjelasannya dalam Faqroh ke 14, bahwa memerangi orang murtad itu lebih diutamakan dari pada memerangi orang kafir asli.
Ketiga: Mereka adalah musuh yang paling dekat dengan kaum muslimin, dan yang paling besar bahaya dan fitnahnya, dan juga berlandaskan firman Alloh: Hai orang-orang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, ・QS. 9:123) (Makalah ini diterjemahkan dari kitab Al-‘Umdah Fii I’daadil ‘Uddah Lil Jihaadi Fii Sabiilillaah, Bab IV, Lampiran ke 2, Faqroh ke 15, karangan Abdul Qodir bin Abdul Aziz, diambil dari situs Mimbarut Tauhid Wal Jihad www. almaqdese.com)


















Senin, 18 Agustus 2008

Renungan


UMMAT YANG TERPELIHARA DENGAN SYARI’AT
( Ust. Rahmani Abdus-Salam )

Dien ini adalah kesetian dan ketulusaan pemihakan terhadap Allah, Rosul, Imam dan Ummat Islam secara keseluruhan: Dari Abu Ruqoyah Tamim bin Aus Ad Dary bahwasanya Nabi saw bersabda: “Ad Dien itu adalah bersikap tulus dan memihak”. Kami (para shahabat) bertanya? “Bagi siapa ya Rosulallah?” Jawab beliau: “Bagi Allah, kitab-Nya, Rosul-Nya, pemimpin-pemimpin Ummat dan muslimin pada keseluruhan-nya.” (H.R. Muslim)

Untuk hadits di atas, nasihat tidak selalu bermakna menasihati (dalam bahasa Indonesia berarti memberikan saran, atau mengingatkan dari kesalahan), sebab jika demikian, bagaimana kita akan menasihati Allah? Tetapi di antara makna dasarnya yakni berlaku tulus dan memberikan pemihakan penuh.

Dalam Al Quran kita akan menemukan arti demikian pada Al Quran : “Tiada dosa (lantaran tidak pergi berjihad) atas orang-orang yang lemah, atas orang-orang yang sakit dan orang-orang yang tidak memperoleh apa yang akan mereka nafkahkan, apabila mereka berlaku tulus ikhlas kepada Allah dan Rasul-Nya. Tidak ada jalan sedikitpun untuk mengalahkan orang-orang yang berbuat baik, Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. 9:91). Artinya orang yang lemah, sakit dan miskin papa diberi keringanan untuk tidak berjihad langsung di front, selama mereka tetap memihak kepada Allah dan Rasulnya, yang hukum-hukumnya berlaku di Madinah kala itu.

Kesetiaan, pemihakan dan berlaku tulus kepada muslimin serta giat untuk terus mengusahakan terciptanya kebaikan pada ummat Islam, pada masa nabi saw, bahkan merupakan satu point dalam bai’at: Dari Jarir Ibnu ‘Abdillah ra. Berkata: “saya telah berbai’at kepada Rosulullah saw untuk senantiasa menegakkan shalat, menunaikan zakat dan berlaku tulus, memihak kepada muslimin” (H.R. Bukhary-Muslim). Dari Ana ra. Dari Nabi saw,beliau bersabda: “Tidaklah sempurna iman salah seorang di antara kamu sebelum ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri”. (H.R. Bukhary-Muslim).

Sikap tulus kepada sesama mukmin yang telah berhijrah itu dibuktikan dengan saling menjaga, saling memelihara agar hukum Allah tetap tegak dalam kebersamaan kita. Sebab sikap saling membiarkan, apakah itu karena sikap “sungkan, ewuh pakewuh” atau takut menimbulkan masalah, malah sebenarnya bisa menjadi “sumber munculnya” masalah itu sendiri: Dari Nu’man bin Basyir ra. Dari Nabi saw: beliau bersabda: “Perumpamaan orang yang senantiasa melaksanakan hukum-hukum Allah dan orang yang terjerumus di dalamnya adalah bagaikan orang-orang yang membagi tempat dalam kapal laut, dimana sebagian ada yang di atas dan ada pula yang di bawah. Orang-orang yang berada di bawah ketika mereka memerlukan air harus naik ke atas yang sudah barang tentu mereka mengganggu yang berada di atas, kemudian mereka berkata: “Kami akan melubangi saja bagian kami ini (yang di bawah) sehingga tidak mengganggu orang-orang yang di atas”. Jika mereka membiarkan apa yang dikehendaki orang-orang yang di bawah tadi (membocorkan kapal, dengan alasan tidak mau merepotkan yang di atas), niscaya akan binasalah semua (para penumpang kapal) itu; tetapi bila mereka mencegah perbuatan orang-orang tadi, maka selamatlah mereka semua”.(H.R. Bukhary).
Agar ukhuwah diantara sesama mukmin yang telah berhijrah terpelihara, maka ada dua hal selalu dihindari, yakni ;

Pertama : jangan sekali-kali membiarkan terjadinya kedzaliman, baik diantara sesama ummat, sesama mujahid atau antara ummat dengan amir (pemimpin). Mulai dari hal yang kecil, hindari meminjam uang yang tidakdi kembalikan dengan alasan “Ikhwan pasti mengerti kesulitan saya.” Hindari meminjam buku tidak dikembalikan, apalagi kedzaliman yang lebih besar dari itu, sebab ini akan meruntuhkan sendi-sendi kesatuan ummat berjuang.

Kedua ; suburkan sikap rela berkorban, jauhi sikap kikir. Nabi menyatakan bahwa hal ini menjadi sebab kebinasaan ummat sebelum kita. Kita harus takut bila kita ternyata bukan dihancurkan oleh musuh kita (yang membuat kita mendapat nilai syuhada) tapi hancur oleh kekikiran diri kita sendiri dan disebabkan kedzaliman diantara kita sendiri. Dari Jabir ra. Bahwasannya Rosulullah saw bersabda: “Takutlah (hindari!) oleh kamu sekalian kezhaliman, karena kezhaliman itu merupakan kegelapan pada hari kiamat, dn takutlah (hindari!) oleh kamu sekalian kekikiran karena kekikiran itu membinasakan ummat sebelum kalian, dan hal itulah yang mendorong mereka untuk mengadakan pertumpahan darah dan menghalalkan apa yang diharamkan bagi mereka.” (H.R. Muslim).

Untuk itu, ada hal-hal yang perlu diperhatikan bagi seorang mukmin yang telah berhijrah ;

1. Bila saudara teringat bahwa ada barang yang bukan milik anda di rumah anda, maka segeralah kembalikan atau minta kehalalannya, bila tidak maka sebanyak benda yang bukan milik anda itu terbawa mati, maka sebanyak itu pula kebaikan anda akan diambil Allah dan diberikan kepada orang-orang yang anda ‘miliki’ hak mereka secara tidak syah. Dan bila anda meninggal dengan tidak cukup membawa kebaikan, maka anda akan menanggung keburukan orang-orang yang harta bendanya tertahan di tangan anda tadi sebanding dengan nilai harta yang anda tahan tersebut. Dari Abu Hurairah ra. Dari Nabi saw. Beliau bersabda: “barang siapa yang pernah menganiaya saudaranya baik yang berhubungan dengan kehormatan diri (misalnya mengumpat, mencela, menghina, ghibah dst –pen) maupun yang berhubungan dengan harta benda, maka hendaklah ia minta dihalalkan sekarang juga sebelum datang saat dimana dinar dan dirham tidak berguna, dimana bila ia mempunyai amal shalih maka amal itu akan diambil sesuai kadar penganiayaannya, dan bila ia tidak mempunyai kebaikan, maka kejahatan orang yang dianiaya itu akan dibebankan kepadanya”. (H.R. Bukhory).

2. Berusahalah untuk terus menjaga identitas kemusliman dan semangat hijrah kita. Kualitas kemusliman kita diukur dengan seberapa disiplin kita untuk tidak berlaku aniaya terhadap saudara muslim, dan semangat hijrah itu harus dibuktikan dengan kesungguhan diri dalam menjauhi segala apa yang dilarang Allah. Dosa, aniaya dan tindakan keji lainnya adalah cela yang mengotori jihad para pejuang Islam, hindarilah itu, ingatlah salah satu point ikrar kita: “tidak akan membuat noda atas Ummat Islam Bangsa Indonesia”. Dari’Abdullah bin ‘Amr bin Al Ash, beliau bersabda: “Muslim itu adalah orang yang membuat kaum muslimin selamat dari gangguan lisan (keburukan perkataan) dan tangan (kejahatan perbuatannya). Dan orang yang berhijrah (muhajir) adalah orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang oleh Allah”. (H.R. Bukhory). Artinya ketika anda berlaku aniaya pada muslimin yang lain, maka pada saat itu kadar kemusliman anda berkurang.

3. Jadilah mukmin dan mujahid yang amanah, dan ketahuilah bahwa ini adalah bagian tersulit dalam tuntutan dienul Islam. Seringkali orang mampu melakukan amalan-amalan sholeh yang lain, tapi tergelincir ketika diberikan amanah kepadanya. Padahal tidak bermakna Ad Dienul Islam yang diakui seseorang jika ia tidak amanah atas apa yang dipercayakan kepadanya. Bahkan kekuatan perjuangan akan bocor di sana-sini, bila para pemangku amanah tidak bersungguh-sungguh menunaikan tugas yang dipercayakan kepadanya. Dari ‘Ali bin Abi Thalib ra, dia berkata kami tengah duduk-duduk bersama Rosulullah saw. Tiba-tiba muncul seseorang dari mereka yang berkedudukan tinggi (status sosialnya), kemudian dia berkata: Ya Rosulullah, kabarkan kepadaku apa yang paling sulit dilaksanakan dalam Dienul Islam ini dan apa yang paling ringan daripadanya? Maka berkata Rosulullah saw. Yang paling ringan untuk dilaksanakan adalah “Syahadat Lailaha Illallah wa anna Muhammadan ‘abduhu wa rosuluhu” adapun yang paling berat, wahai saudara yang berkedudukan tinggi, adalah “Amanah”. Sesungguhnya tidak (bernilai) dien (nya) orang yang tidak amanah, demikian juga tidak bernilai sholat dan zakatnya. Wahai saudara yang berkedudukan tinggi, sesungguhnya siapa yang mendapatkan harta dari hal yang haram, kemudian dia membeli pakaian dengannya maka tidak akan diterima sholatnya hingga ia melepaskan pakaiannya yang (berasal dari) yang haram itu. Sesungguhnya Allah terlalu mulia dan tinggi (tidak mungkin) akan menerima amal seseorang, demikian juga sholatnya sedang padanya ada pakaian yang berasal dari yang haram. H.R Al Bazaar

4. Berwaspadalah ketika anda berhubungan dengan uang ummat, terutama menyangkut Baytul Mal. Bila kita termasuk orang orang yang berhutang ke Baytul Mal, maka berdo’alah agar kiranya Allah segera memampukan kita untuk mengembalikan harta ummat Islam berjuang itu. Sebab menggunakan harta Baytul Mal secara tidak syah, walau hanya seharga jarum, akan “diaudit“ langsung oleh Allah di hari kiamat kelak: Dari ‘Ady bin Amiroh ra, berkata: saya mendengar Rosulullah saw bersabda: “Barang siapa yang kami tugaskan untuk mengumpulkan dana kemudian ia menyembunyikannya walau sekecil jarum atau lebih (kecil dari itu), dengan maksud untuk diambilnya, maka pada hari kiamat ia akan datang (menghadap Allah) dengan membawa apa yang disembungikannya itu.” Kemudian bangkitlah seorang hitam dari kalangan Anshor yang seakan-akan saya pernah melihatnya, ia lantas berkata: “Wahai Rasulullah, terimalah kembali tugas yang telah tuan bebankan kepada saya.” Rosulullah saw bertanya: “Mengapa mesti demikian?” Ia menjawab: “Karena saya mendengar tuan berkata begini dan begini” (Ia sangat ketakutan dengan resikonya di akhirat bila ia tidak bisa amanah). Beliau bersabda: “Sekarang saya tegaskan, barangsiapa yang telah kami serahi tugas maka ia harus melaksanakannya baik ia akan mendapatkan hasil yang sedikit maupun akan mendapatkan hasil yang cukup banyak. Dan apa yang diberikan untuk dirinya maka ia boleh mengambilnya dan apa yang terlarang untuk dirinya maka ia tidak boleh mengambilnya.” (H.R. Muslim). Harta Baytul Mal adalah hartanya Allah, orang-orang yang menyalah gunakannya akan berurusan langsung dengan Allah dan menerima akibatnya kelak: Dari Khaulah binti Tsamir Al Anshariyah, ia adalah isteri Hamzah ra. berkata: Saya mendengar Rosulullah saw bersabda: “Sesungguhnya orang-orang yang menyalah gunakan harta Allah (baytulmal dan yang semisal dengannya) maka nanti pada hari kiamat mereka dimasukkan ke dalam Neraka.” (H.R. Bukhary).

5. Berhati-hatilah jangan menumpahkan darah secara tidak hak, sebab Rosulullah bersabda: Dari Ibnu ‘Umar ra, berkata: Rosulullah saw bersabda: “Orang mukmin senantiasa berada dalam kelapangan dalam melaksanakan diennya, selama ia tidak menumpahkan darah yang haram.” (H.R. Bukhory).

Demikianlah beberapa hal yang harus kita perhatikan. Insya Allah, bila kita menjaga perintah-perintah Allah, disiplin melaksanakannya dan menjauhi segala larangannya, maka Ummat mujahidin ini akan senantiasa di bawah pemeliharaan Allah, dibesarkanNya, dijagaNya sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits: “Jagalah Allah (laksanakan perintahNya), niscaya Allah akan menjagamu, jagalah Allah (dan jauhi laranganNya) niscaya akan kau dapati Allah selalu di hadapanmu (memberikan dukungan dan pertolongan). Jika engkau meminta sesuatu, mintalah kepada Allah. Jika engkau minta bantuan atau pertolongan, minta tolonglah kepada Allah. Ketahuilah, andai seluruh manusia berkumpul untuk memberikan manfaat kepadamu dengan sesuatu, maka mereka akan gagal memberikan manfaat kepadamu, kecuali dengan sesuatu yang telah Allah taqdirkan untukmu. Dan jika seluruh manusia berkumpul untuk membuatmu bahaya dengan sesuatu, maka mereka pun gagal membahayakanmu, kecuali dengan sesuatu yang telah ditaqdirkan Allah akan mencelakakanmu. Telah diangkat kalam dan telah kering tulisan dalam lembaran (taqdir). H.R. At Tirmidzi dan dia berkata hadits ini hasan-shohieh. Teruslah membangun Dakwah Islamiyah hingga terwujud daulah yang penuh berkah ini, kekurangan yang bersifat manusiawi di kalangan ummat maupun mujahid, pastilah ada, itu merupakan bagian dari dinamika pembangunan masyarakat berjuang, janganlah kekecewaan kita pada seseorang membuat kita memecah ( membatalkan) ikrar yang pernah diucapkan. Rosulullah saw bersabda: "Barang siapa yang melihat dari amirnya “sesuatu” yang membuat ia tidak suka, maka hendaknya bershabar atasnya (memperbaiki, jangan sampai dijadikan alasan untuk keluar dari jama’ah). Karena sesungguhnya barang siapa yang keluar dari jama’ah walau sejengkal, kemudian dia mati, maka kematiannya adalah kematian jahiliyah” (H.R. Bukhory 7054). “Wajib atas setiap muslim mendengar dan ta’at dalam hal yang ia suka ataupun tidak suka (sepanjang itu perintah dari pemerintahan Islam), kecuali jika ia diperintah untuk bermakshiyat. Maka bila dia diperintah untuk berbuat makshiyat, maka tidak wajib mendengar dan tidak wajib tha’at” (H.R. Muslim).

Hendaknya setiap mukmin yang telah berhijrah dijalan Allah dan menjual diri kepada Allah, bersungguh-sungguh untuk memikirkan kemajuan ummat, dan bergerak bersama dengan ummat dalam suka dan duka untuk kemajuan bersama. Anda harus sadar bahwa anda punya ummat yang akan menuntut anda di akhirat, sebagaimana ummat pun harus sadar, bahwa mereka mempunyai pemimpin yang harus mereka bantu, untuk terlaksananya program perjuangan hingga terwujud secara de facto dan de jure. “Setiap Amir yang diserahi urusan muslimin kemudian dia tidak bersungguh-sungguh untuk memimpin mereka dan berlaku tulus dalam mengarahkan (nasihat) kepada ummatnya, maka amir semacam ini tidak akan masuk syurga bersama muslimin” (HR. Muslim). Barang siapa yang diserahi Allah untuk memimpin rakyat kemudian ia mati, padahal dihari kematiannya ia tengah berlaku curang, menipu, berkhianat pada rakyatnya, maka Allah haramkan ia untuk masuk ke dalam syurga (HR. Muslim).


Dialog dan Wawancara

DIALOG SEPUTAR PENERAPAN SYARI’AT ISLAM DI NUSANTARA
(WAWANCARA UST. DR. QUTHUB RABBANI )

Bismillahirrohmaanirrohiim

BAGAIMANA SIKAP USTADZ MENGHADAPI MARAKNYA TUNTUTAN PENERAPAN SYARIAT ISLAM DI REPUBLIK INDONESIA ?
Jawab :

1. Pihak Darul Islam pada umumnya, saya sendiri pada khususnya, tentu saja menyambut baik tuntutan ini. Ini menunjukkan meningkatnya kesadaran di kalangan masyarakat Islam, bahwa Al Quran adalah pedoman seluruh ummat manusia, bukan hanya pedoman untuk muslimin saja (S.2:185) dan mereka menyadari bahwa Al Quran adaah hukum bagi segenap manusia, bukan melulu untuk kaum muslimin (S.4:105). Ini merupakan kesadaran yang revolusioner.

2. Saya bersyukur kepada Allah, ternyata usaha yang dulu diperjuangkan oleh Asy Syahid Sekarmadji Kartosoewirjo, kini menjadi tuntutan massal kaum muslimin. Alhamdulillah, mereka mulai menyadari universalitas Islam. Namun tentu saja tuntutan ini harus lebih fokus lagi, bagaimana agar di tingkat praktis muslimin sanggup meyakinkan, baik terhadap fihak muslimin awam, dan juga non muslim lainnya, bahwa hukum Islam yang dimaksud di sini adalah hukum Islam berlaku sebagai “Public Law”. Secara pribadi orang bebas untuk meyakini agama masing masing, bahkan dijamin kebebasannya dalam melaksanakan ajaran masing masing. Hukum Islam yang dimaksud, diantaranya adalah hukum public (hukum pidana) yang di dasarkan pada keadilan hukum Islam. Jadi yang diatur adalah domain masyarakat, dan negara.

3. Hukum Publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan orang-orang yang ada di dalamnya (seperti hukum pidana), juga hukum yang mengatur antara negara dengan bagian-bagiannya, hubungan negara dengan negara lain (hukum Internasional), serta yang berkenaan dengan tugas kewajiban aparat pemerintahan negara tersebut (hukum administratif atau hukum tata usaha negara). Inilah yang akan diatur oleh syari’ah Islam.

4. Berbeda dengan hukum publik (Public Law) yang menitik beratkan pada hubungan hukum antara perotangan dengan negra. Hukum Privat lebih menekankan pada perlindungna kepentingan perorangan dalam hubungannya dengan orang lain, seperti hukum perdata, hukum perniagaan, hukum perkawinan dsb. Dalam hal ini keyakinan agama seseorang ikut dipertimbangkan. Bahkan dalam negara Islam, bila hubungan itu menyangkut komunitas satu kelompok agama, dan pada agama mereka telah ada hukum yang mengatur hal tersebut, maka mereka diputuskan menurut hukum agama mereka. Yang saya sayangkan adalah, tuntutan penegakkan syari’ah Islam, seringkali tidak menyeluruh, yang terbayang di benak mereka hanyalah, semua wanita berkerudung, waktu sholat jalanan sepi, karena semua berjama’ah di masjid, dihapuskannya minuman keras dan judi. Bukan berarti itu salah, namun sasaran yang sebenarnya dalam penerapan syari’ah adalah kepastian hubungan hukum antara warga dengan negara diatur oleh syari’ah Islam. Yang pernik pernik tadi, dengan sendirinya akan menjadi budaya yang tumbuh subur, sudah menjadi konsekwensi logis yang akan terjadi, bila Hukum Publik sudah berdasar pada Islam.

5. Sebenarnya ada masalah yang lebih mendasar untuk ditanyakan: "Apakah tuntutan pemberlakuan hukum Islam ini sudah tepat sasaran?" Yang saya maksud dengan tepat sasaran adalah "Apakah menuntut sebuah Negara Non-Islam (Republik Indonesia) untuk memberlakukan hukum Islam adalah satu tuntutan yang tepat?" Padahal kita tahu, bahwa sejarah kelahiran Republik Indonesia diawali dengan pencoretan atas kewajiban (negara) dalam memberlakukan hukum Islam, sekalipun hanya untuk pemeluknya sendiri. Sedangkan tuntutan pemberlakuan hukum. membutuhkan prasyarat, prakondisi, termasuk perubahan "groundnorm" atau norma dasar negara itu sendiri. Saya hanya khawatir bahwa, mereka salah sasaran dalam mengajukan tuntutan, akhirnya ketika tuntutan mereka tidak dikabulkan, terjadilah chaos dan kekacauan. Jika tuntutan penerapan syari’at Islam ini metreka ajukan pada Republik Indonesia, berarti mereka telah menuntut kepada sebuah negara yang tidak dalam kapasitas untuk memberlakukan hukum Islam. Kenyataan sekarang sudah cukup menjadi bukti, di tempat mana, pihak Republik Indonesia, dengan malu-malu terpaksa menerima tuntutan masyarakat untuk memberlakukan syari'at Islam, pada prakteknya, yang diakomodir untuk berlaku bukanlah hukum public Islam secara kaffah. Dan pelaksanaannya terasa lambat, terseret seret, bahkan macet.

6. Kalau diibaratkan pada sebuah komputer Hukum public Islam adalah program terapan yang perlu dukungan operating system yang kompatible dengannya. Bila tidak, maka betapapun baiknya sebuah program terapan, jika operating systemnya tidak kompatible, maka bukannya jalan dengan sempurna, tetapi malah 'hang'. Sehingga yang seharusnya jadi tuntutan pertama bukanlah berlakunya hukum Islam itu, tetapi hadirnya sebuah sistem yang kompatible dengan hukum Islam. Dan kami berkeyakinan hanya Negara Islam yang mampu memberlakukan syari'at Islam secara menyeluruh dan menjamin keadilan bagi seluruh manusia, baik muslim maupun non muslim.Dan kenyataan membuktikan, bahwa hukum Islam di dunia ini hanya bisa berjalan di dalam bnegara negara Islam, memang di tingkat praktek di sana sini, masih perlu pembenahan, namun terbukti hukum Islam bisa "running" di sana. Saya balik bertanya, di negara non Islam yang mana, hukum Islam bisa diberlakukan?

7. Mungkin ada pembaca yang mengatakan, hukum Islam "sholat, puasa" bisa berlaku sekalipun di negara Non-Islam. Yang saya maksud bukan hukum pribadi, dan memang dalam urusan pribadi, kita tidak berhak memaksakannya pada masyarakat, apalagi terhadap masyarakat majemuk, Islam melarangnya (La ikroha fiddin - S.2:256) Justru yang dimaksud adalah hukum public Islam. Kalau mereka menuntut pemberlakuan syari'at Islam, tapi ternyata yang dimaksud bukan hukum public Islam, maka saya khawatir bisa disikapi fihak non Islam sebagai pemaksaan atas kebebasan pribadi dalam menjalankan agama masing masing. Jika demikian, maka ini adalah gejala dominasi satu agama (Islam) untuk agama lain. Andai mereka mengajukan tuntutan itu pada pihak Darul Islam dan menyatakan siap untuk bersama sama Darul Islam dalam merealisasikannya. Maka kami menyambutnya dengan baik, sebab buat Darul Islam, berlakunya syari'at Islam bukan lagi tuntutan, tapi MEMANG Darul Islam, hadir dalam kapasitas untuk memberlakukan Hukum public yang Islam tadi. Sayangnya Negara yang didirikan SENGAJA untuk menegakkan hukum Islam (Darul Islam) ini, malah disalah fahami orang, sedang terhadap negara yang didirikan bukan untuk menegakkan hukum Islam, mereka ramai ramai menuntut supaya Hukum Islam diberlakukan di sana.

APA SESUNGGUHNYA ALASAN DI BALIK TUNTUTAN PENERAPAN SYARIAT ISLAM?

Jawab :
Dua hal: Pertama, kenyataan bahwa hukum-hukum yang didasarkan pada konsep sekular terbukti gagal untuk menciptakan kedamaian dan ketertiban hukum di dunia ini. Di Republik Indonesia misalnya, Hukum Pidana, demikian pula Hukum Perdata yang diambil dari Wetboek van straf recht dan Burgelijk wet Boek di jaman belanda, telah gagal. kedua, munculnya kesadaran akan universalitas hukum Islam. Sehingga muslimin tidak terkungkung dengan kewajiban pribadinya terhadap Tuhan belaka, tapi juga mulai menyadari tanggung jawab sosial mereka sebagai bagian dari masyarakat dunia. Dan mereka sadar bahwa hukum Islam terbukti dalam sejarah, pernah menjadi “Public Law” yang berjaya selama 1000 tahun peradaban Islam dan membawa keadilan bagi seluruh manusia, baik muslim maupun non muslim. Dengan demikian, hadirnya kembali Islam sebagai “Public Law”, adalah tak terhindarkan, ia sudah terekam di alam bawah sadar peradaban manusia. tinggal bagaimana sekarang kebijakan muslimin untuk menghadirkannya kembali ke permukaan.

MENURUT USTADZ, KELOMPOK MANA SAJA DAN BERBASIS DI DAERAH MANA SAJA, SERTA BAGAIMANA ORIENTASI POLITIK MEREKA YANG MENDUKUNG PENERAPAN SYARIAT ISLAM?

Jawab :
Setiap muslimin yang jujur dengan keimanannya, tanpa memandang basis daerah maupun orientasi politik, pasti akan menerima bahkan mendukung seruan berlakunya hukum Islam. Lihat S.33:36 Bahwa yang namanya mukmin tidak pantas memiliki pilihan lain, ketika hukum Allah dan Rosulnya ditegakkan, bahkan itulah satu satunya orientasi mereka, tegaknya Hukum Islam di muka bumi. Dan populasi muslimin yang sudah tiba pada kesadaran ini, hampir merata di seluruh nusantara. Terbukti darul Islam diterima di seluruh peloksok Nusantara, dari Kota sampai ke desa desa, bahkan informasi terakhir, Darul Islam telah berhasil mendapat dukungan 22 juta muslimin di Nusantara. Mereka berasal dari berbagai lapisan sosial, bahkan banyak di antara mereka yang juga aktif di partai parti politik yang kini ada di Republik Indonesia. Namun mereka tahu DI-RI, mereka tahu DI dan tahu RI, sehingga mereka sadar persis smapai sejauh mana keterbatasan kapasitas RI dalam menerima hukum Islam sebagai “Public Law”, dan seluas mana kapasitas Darul Islam untuk melaksanakannya. Ini hanya soal waktu dan kematangan situasi. Insya Allah secara damai akhirya masyarakat akan menemukan tempat yang tepat dimana tuntutan mereka akan memperoleh kelapangan seluas luasnya.

Bila Republik Indonesia menerima berlakunya Islam sebagai “Public Law”, berarti Republik Indonesia telah merubah kepribadian negaranya, satu hal yang bisa dikatakan mustahil dilakukan oleh sebuah negara. Itulah sebabnya banyak muslimin, sekalipun aktif di partai politik formal, bekerja sebagai pegawai di Republik Indonesia, mulai melirik Darul Islam sebagai satu alternatif. Sebab Darul Islam memang sebuah negara yang kepribadiannya sejak semula berkapasitas untuk melaksanakan “Public Law” Islam. Dan jangan salah Darul Islam bukan hanya di Indonesia, Darul Islam adalah pergerakan muslimin sedunia, sebuah gerakan semesta yang mendukung tegaknya “Public Law” Islam. Di Indonesia usaha Darul Islam ini pernah digagas oleh kelompok puritan dari Partai Syarikat Islam, hingga pada puncaknya SM Kartosoewirjo yang pernah menjabat sebagai Wakil Presiden Partai Syarikat Islam Indonesia, memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia.

Hari ini gerakan Darul Islam bukan hanya diorganisir di bawah NII, setiap muslimin yang menghendaki tegaknya hukum Publik Islam, maka mereka sudah memposisikan dirinya di pihak Darul Islam, bersama dengan muslimin di berbagai belahan dunia lainnya yang juga menghendaki Islam sebagai “Public Law”. Justru persamaan keyakinan inilah yang kini menyatukan mujahidin warga RI dengan mujahidin warga NII, sehingga kekuatan Darul Islam bukan hanya dibangun oleh para pejuang Negara Kurnia Allah NII saja, tapi kini memperoleh kekuatan dari para pejuang darul Islam di tubuh Republik Indonesia sendiri bahkan asosiasi pejuang Darul Islam seluruh dunia. Ini benar benar perkembangan yang patut disyukuri. Tinggal kami menyeru pada mujahidin yang telah berorientasi Darul Islam, tapi masih menjadi warga Republik Indonesia, agar segera mempertimbangkan posisinya sebagai warga Darul Kufr itu. Saya menyeru mereka untuk segera hijrah. Sebab Nabi Muhammad saw pernah bersabda dalam Hadits Riwayat Abu Dawud: Saya berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal bersama musyrikin[1]. Pancasila adalah salah satu dari fenomena itu, tak pantas mereka berada di sana.

BAGAIMANA MENGATASI PROBLEM AJARAN YANG PENAFSIRANNYA TIDAK BISA DIMONOPOLI HANYA OLEH SATU KELOMPOK?

Jawab :

Itulah sebabnya kita memerlukan negara sebagai pihak yang diterima seluruh rakyat, sebagai organisasi hukum tertinggi yang berhak menegakkan bahkan memaksakan hukum itu di kalangan rakyat. Dengan demikian tercipta tertib hukum, dan stabilitas hukum itu sendiri. Sebab, andai setiap orang berhak menjalankan hukum sendiri sendiri, berhak menafsirkan hukum dan menjalankannya sesuai dengan tafsirannya sendiri sendiri, maka kekacauan akan terjadi, hukum tidak lagi tertib. Dan jangan salah, proses diundangkannya hukum dalam negara Islam, harus melewati dewan Suro dan Majlis Syuro, sehingga memungkinkan aspirasi berbagai kelompok, variasi penafsiran, bisa bertemu di majlis tersebut, dan hal yang disepakati di dalam oleh majlis itulah yang keluar sebagai undang undang.
Dengan demikian, variasi penafsiran itu justru memperoleh tempat untuk dipertaruhkan dan diuji kelayakannya untuk berlaku di masyarakat, lewat musyawarah tadi. Tidak seperti di dalam negara Non-Islam, berbagai variasi pemikiran, dapat saja berkembang tanpa batas, mempengaruhi banyak orang, dan dilaksanakan sendiri sendiri, sehingga yang terjadi adalah konflik di masyarakat. Di sini kita menyadari, betapa pentingnya peran negara dalam mengakomodir berbagai penafsiran itu, serta menghasilkan yang terbaik untuk masyarakat dalam bentuk undang undang, sehingga terjamin tertib pelaksanaannya.

BAGAIMANA DENGAN BERBAGAI KELOMPOK ISLAM SENDIRI YANG TIDAK SEMUANYA MENDUKUNG PENERAPAN SYARIAT ISLAM. MENGAPA MEREKA MENOLAK?

Jawab :

Pertama saya ingin koreksi dulu, bahwa bukan "kelompok Islam" tapi "kelompok muslim". Sebab Islam itu standard, hanya satu sebagaimana yang diturunkan Allah lewat Nabi Muhammad saw. Namun setelah diterima manusia, maka perbedaan kapasitas, ilmu, budaya dsb membuat manusia manusia tadi berbeda beda dalam menafsirkan Islam itu. Jadi lebih tepat kita katakan "kelompok Muslimin". Tentang adanya kelompok muslimin yang tidak mendukung penerapan syari'at Islam. Ini pun harus diperjelas lagi, tidak mendukung penerapan syariat Islam di tingkat mana, dalam lingkup dirinya pribadi, keluarga, atau negara? Kalau ada muslimin yang tidak mendukung penerapan syari'at Islam di lingkungan dirinya sendiri dan keluarga, maka naif sekali. Saya malah mempertanyakan kesadaran dan pemahaman mereka akan Islam yang sempurna dan adil ini. Kalau mereka tidak mendukung penerapan syari'at Islam dalam lingkup negara, maka saya menduga, mereka belum sempurna menyadari misi Islam dan fungsi negara Islam itu sendiri. Sehingga terhadap mereka tidak perlu divonis dengan ungkapan macam macam, tapi harus dialog, diajak untuk kembali pada pemahaman syari'at yang menyeluruh, lengkap dan sempurna, seperti disebutkan dalam surat Al Nahl (16) : 125. Persoalan menjadi rumit karena muslimin yang menentang penerapan syari'at ini selalu berkilah dengan segala kelemahannya dalam menyadari kesempurnaan syari'at, dan mereka menutupi hati nuraninya sendiri. Andai mereka bertanya ke dalam hati nuraninya, apa yang Allah wajibkan atas diri mereka, kemudian dengan hati yang jernih mereka membaca Al Quran dan bagaimana Nabi Muhammad saw memperjuangkan pelaksanaan syari'ah dalam hidupnya, tentu mereka akan menemukan letak kekeliruan pemikirannya. Mereka selalu bermanis manis tentang perlindungan muslimin atas non muslim, kebaikan muslimin atas non muslim dsb, tapi mereka lupa, bahwa di masa awal Rosulullah saw, seluruh kebaikan muslimin tadi tidak membuat mereka lupa untuk menegakkan Islam sebagai Publik Law, sebagai hukum yang tertib, melindungi baik muslim maupun non muslim. Muslimin masa awal berbaik baik pada non muslim sebagai kewajiban yang diundangkan Negara Islam ketika itu. Hari ini banyak muslimin yang bermanis manis terhadap non muslim, karena sebenarnya mereka sudah kalah secara mental untuk menegakkan publik law Islam tadi. Adalah lebih baik mengaku sedang kalah, dari pada memutar mutar lidah, mengemukakan bahwa kondisi Islam yang tidak menegara adalah sesuatu yang memang demikian seharusnya. Kalu begitu mengapa Rosulullah tidak berbuat seperti mereka saja???

BUKANKAH ISLAM TIDAK MEMILIKI KONSEP KENEGARAAN YANG FINAL SEBAGAIMANA NEGARA DEMOKRASI MISALNYA?

Jawab :

Saya balik bertanya, siapa yang bilang bahwa demokrasi punya konsep yang final? justru demokrasi membuka peluang perubahan demi perubahan dalam konsep bernegara! Karena dalam demokrasi sekuler aspirasi manusia diakomodir tanpa batasan, kecuali kalah dan menang suara. Padahal kita bisa mengukur seberapa lama, alur satu "suara' bisa dipertahankan.

Berbeda dengan demokrasi, Syuro dalam Islam, sudah ada rumusan baku, yang diterima bersama oleh mukminin yang akan menjalankan musyawarah. Lihat dalam syurat As Syuro : 38, bahwa musyawah itu diawali dengan kesadaran menerima ketetapan Allah. dengan demikian, aspirasi manusia dalam musyawarah ada aturannya yang pasti.

Kalau tadi dinyatakan oleh sipenanya, bahwa Islam tidak memiliki konsep kenegaraan yang final, disinalah kelebihan Islam, bahwa konsep kenegaraan Islam senantiasa berkembang sesuai dengan tuntutan zaman Sebab negara adalah sarana yang bisa berevolusi, hanya tujuannya yang tetap: “melaksanakan tertib Hukum Islam”. Tentu saja dalam pengertian bahwa konsep kenegaraan itu memiliki dua unsur, ada yang tetap seperti kedaulatan hukum di tangan Allah, dan ada konsep konsep yang bisa berubah. Di sinilah keluasan dan keluwesan Islam. Wajar kalau banyak futurolog mengatakan bahwa masa depan memang di tangan Islam!

BAGAIMANA DENGAN KENYATAAN BAHWA NEGARA KITA BUKAN "NEGARA AGAMA", TETAPI ADALAH NEGARA-BANGSA (NATION-STATE)?

Jawab :

Ini adalah persoalan bagi muslimin warga Republik Indonesia, persoalan intern mereka. Bagi warga Darul Islam di belahan dunia manapun mereka berada, baik warga Darul Islam yang Saudi Arabia, Pakistan, Iran. Maka problema ini tidak akan ada. Bahkan dalam negara Islam berjuang NII, saya tidak pernah mendengar pertanyaan seperti ini. Artinya pertanyaan tadi merupakan problema psikologis rakyat Republik Indonesia, selamat berbingung ria :)

BAGAIMANA MENGATASI MASALAH PLURALISME?

Jawab :

Negara Islam Madinah yang dipimpin Rosulullah saw, pada tahun pertama didirikan, jumlah populasi muslimin tidak lebih dari 10% dari total penduduk Negara Islam Madinah. Pada abad ke dua hijrah, dimana wilayah Negara Islam sudah membentang dari Eropa sampai Asia, jumlah muslimin hanya 8% dari total penduduk seluruh negara Islam itu. Artinya sepanjang sejarah, muslimin sudah terbiasa hidup berdampingan dalam satu negara dengan non-muslim. Dan muslimin tidak pernah memaksa mereka untuk masuk Islam, yang diperjuangkan muslimin adalah tegaknya Islam sebagai publik law. Adapun untuk urusan pribadi, tetap dihormati sebagai pilihan nuraninya masing masing.

BAGAIMANA MENGHINDARI DISKRIMINASI? KARENA BEGITU KELOMPOK ISLAM MENGAJUKAN TUNTUTAN PENERAPAN SYARIAT ISLAM, BUKANKAH KELOMPOK LAIN AKAN MERASA TERANCAM SEHINGGA TIDAK MUSTAHIL AKAN MELAKUKAN HAL YANG SAMA?

Jawab :

Jika tuntutan ini diajukan pada negara Non-Islam, maka wajar bila non muslim merasa terancam. Tetapi jika negara Islam yang menerapkannya, apa alasan mereka merasa terancam? Karena negara adalah milik semua orang, dan memberikan poerlindungan pada semua orang baik, muslim maupun non muslim. Dan lebih mengagumkannya, dalam negara Islam, “menyakiti non muslim itu disetarakan dengan menyakiti pribadi nabi Muhammad saw sendiri”. Karena itulah, non muslim justru akan mendapatkan perlindungan yang sangat baik dalam negara Islam.

Pertanyaan anda tadi, pantas diajukan pada muslimin yang menuntut berlakunya hukum Islam dalam negara bukan Islam. Tapi dalam negara Islam, silahkan buka sejarah, pada abad ke dua hijrah, justru 92% non muslim yang mendukung terlaksananya Islam sebagai Publik Law dalam negara Islam yang membentang dari Kawasan Eropa hingga Asia. Selama seribu tahun peradaban Islam, rakyat negara Islam yang non muslim tidak pernah melakukan pemberontakan dan menghancurkan negara Islam itu.

APA DAN BAGAIMANA BENTUK PENERAPAN SYARIAT ISLAMA? APAKAH SEMUA AJARAN ISLAM AKAN DITERAPKAN? DALAM KHAZANAH FIQIH MISALNYA, ADA FIQH UBUDIYAH ADA FIQH MU’AMALAT? APAKAH FIQH UBUDIYAH JUGA AKAN DIMASUKKAN DALAM PENERAPAN SYARIAT TERSEBUT?

Jawab :

Syari'at Islam itu mencakup empat domain : domain pribadi, Domain Keluarga, Domain masyarakat, Domain negara dan antar negara. Penerapan syari'at Islam dalam negara Islam adalah pada domain masyarakat dan negara. Adapun urusan pribadi dan keluarga. Islam menghormati pilihan nurani masing masing. Sehingga seorang Kristiani tetap dapat hidup sebagai seorang kristiani yang baik dalam diri dan keluarganya. Adapun dalam masyarakat dimana diterapkan hukum publik (Hukum pidana misalnya) maka ini yang mengacu pada syari'at Islam, demikian juga pada domain negara. Fiqh mualamalah adalah menyangkut hukum hukum yang mengatur hubungan pribadi muslin dengan muslim atau muslim dengan non muslim, maka ini termasuk yang akan diangkat ke Dewan Syuro dan Majlis Syuro, yang dalam negara Islam anggotanya terdiri dari wakil2 berbagai dolongan. Mana yang akan dikeluarkan menjadi undang undang, tentunya setelah selesai digodok para ahli tersebut. sedangkan Fiqh ubudiyyah yang ini secara khas menyangkut muslimin, maka tentu tidak mengikat seluruh rakyat negara Islam. warga negara yang non muslim tidak terkena kewajiban yang ditetapkan fiqh ubudiyyah ini.

BAGAIMANA MENGHINDARI TERJADINYA MANIPULASI AJARAN AGAMA UNTUK KEPENTINGAN KELOMPOK? ARTINYA ADA KEPENTINGAN-KEPENTINGAN TERTENTU YANG DIBUNGKUS DENGAN TUNTUTAN PENERAPAN SYARIAT ISLAM?

Jawab :

Itulah sebabnya, dalam negara Islam, satu aspirasi pemikiran muslimin atas ajaran Islam, tidak serta merta diberlakukan di masyarakat, tapi harus terlebih dahulu digodok di Dewan Syuro. Ini merupakan usaha preventif untuk meminimalisir manipulasi ajaran agama tadi. Artinya terbentuknya satu undang undang yang didasarkan Islam, tidak bertumpu pada satu kelompok, tapi diundangkan lewat negara. Sehingga ada proses yang tidak sederhana, dan ini merupakan penyaringan atas kepentingan kelompok itu juga. Justru dalam negara Non-Islam (seperti di RI), terbuka sekali peluang penafsiran agama menurut kelompok, anda lihat ada yang hanya mengambil sisi ruhaniah-tasawwuf, ada yang menitik beratkan pada aspek ekonomi, pendidikan, militer. Dalam negara islam mereka disatukan dalam satu komando Imam, adapun kekhasan itu terbagi dalam tugas tugas departemental. Yang gandrung tarbiyyah, bekerjalah di Departemen Pendidikan, yang senang ekonomi, silahkan mengambil tempat di Departemen Ekonomi atau Departemen keuangan, perdagangan dan semisalnya. Yang senang dengan sisi askariyah – militer, silahkan mendaftarkan diri ke Departemen Pertahanan. Jadi tidak terpisah pisah, tapi keberbedaan tadi menjadi variasi yang indah dalam satu ikatan sistem negara.

BAGAIMANA MENGHINDARI TERJADINYA ABSOLUTISME KEKUASAAN, KARENA KETIKA SEBUAH KEKUASAAN DILEGITIMASI OLEH AGAMA, MAKA KRITIK MENJADI SESUATU YANG ASING. DI MANA POSISI AKAL DI SITU?

Jawab :

Bagaimana anda bisa menyimpulkan bahwa ketika kekuasaan dilegitimasi oleh agama, maka kritik menjadi asing? pertanyaan ini secara cerdas telah membungkus perasaan negatif terhadap agama. Agama mana yang anda maksud? Apakah bukan "kekuasaan" yang cenderung menolak kritik? Kekuasaan sendiri seringkali menjadi "psudo-agama" Agama palsu, dimana kritik terhadapnya dianggap dosa besar.

Islam menyodorkan hal revolusioner: "Agama itu nasihat! ketika ditanyakan oleh para shahabat, buat siapa ya Rosulallah? bagi Allah, rosul dan orang orang yang beriman" justru dalam Islam nasihat adalah inti dari Islam itu sendiri, bahkan saling menasihati dalam kebenaran adalah diantara "resep" agar hidup tidak rugi (S.103:1-3). Itulah sebabnya kami yakin bahwa kekuasaan muslimin yang commited atas nilai nilai Islam, akan menjadi satu bentuk kekuasaan yang unik, sebab kebenaran yang ditegakkan bukanlah kebenaran yang dibangun sendiri oleh mereka, tapi kebenaran yang bisa dipelajari semua orang, kebenaran yang datang dari luar manusia. Tidak mewakili kepentingan kelompok manusia manapun, tetapi diturunkan Allah untuk menjadi cahaya atas semua ummat manusia.

Setiap orang boleh menyatakan pendapatnya atas kebenaran itu, dan diuji dalam Majlis Syuro, sebelum diundangkan. Bukankah dengan demikian kritik diberi lapangan yang luas? Dan kalaupun telah diundangkan, selalu ada kemungkinan terjadinya perubahan undang undang, bila ternyata di dalam undang undang tadi ditemukan kesalahan, atau hal yang kurang tepat dalam pelaksanaannya. Jadi dalam teknis praktisnya tidak ada perbedaan dengan pembuatan aturan di negara manapun, yang secara prinsipil berbeda adalah norma dasarnya. Islam menjadikan Al Quran dan hadits shohih sebagai norma dasar, sedangkan pihak lain tidak memiliki norma dasar yang baku, kecuali kepentingan manusiawi belaka. Posisi akal adalah untuk memahami wahyu, agar sedekat mungkin bisa mencerap apa yang dikehendaki Allah dengan pelajaran itu (lihat S.38:29). Justru Islam sangat menghargai akal, karena dengan apa kita memehami wahyu kalau bukan dengan akal? Digambarkan dengan sangat jernih: “Wahyu ibarat cahaya, sedang akal adalah mata” Wahyu tanpa akal, ibarat cahaya benderang, diterima orang tak bermata, cahaya itu tak bermanfaat buatnya. Sedang akal tanpa wahyu, ibarat orang melihat di dalam gelap, mata tak berfungsi maksimal, ia tetap saja meraba raba dalam gelap tadi.

BAGAIMANA MENGHINDARI KESAN YANG SELAMA INI BEREDAR BAHWA ISLAM ITU SANGAR?

Jawab :

Harus ditanyakan kembali, “apakah "Islam"nya yang terkesan sangar”, atau “ada sebagian "muslim" yang terkesan sangar?” atau lebih spesifik lagi, “Apakah ada sebagian muslim yang terkesan "sangar" dalam memahami ajaran Islam?” Saya menolak kalau dikatakan "Islam" itu sangar, tapi bila dikatakan ada sebagian muslim yang "sangar" dalam memahami Islam, ini bisa saya terima, karena kenyataannya memang ada yang demikian. Jika Islam itu sangar, bagaimana mungkin pembawa risalah Islam, orang pertama yang menjadi contoh ajaran ini, sampai didudukkan sebagai orang nomor satu yang paling berpengaruh di dunia (lihat the one hundrednya Michael Hart). Dan muslimin yang mampu meneladani akhlaq nabi yang sempurna, akan menjadi sosok yang paling mampu menunjukkan betapa Islam adalah rahmat bagi semesta, bukan ancaman bagi semesta. Inilah cara menghindari kesan "sangar" yang hari ini secara salah dilabelkan orang pada Islam. Sekali lagi, ingin saya katakan, bahwa kesan ini muncul dari prilaku sebagian pemeluknya, bukan dari Islamnya sendiri. Sehingga yang harus diperbaiki bukan Islamnya tapi orangnya.

APA SAJA YANG TELAH DILAKUKAN GUNA MENGGOLKAN TUNTUTAN PENERAPAN SYARIAT ISLAM?

Jawab :

Kepada siapa ini ditanyakan? jika ditanyakan pada pihak Darul Islam, maka Darul Islam di Indonesia telah memproklamasikan Negra Islam Indonesia. Hanya saja hari ini tengah mengalami 3 kekalahan : wilayahnya terampas, peralatan dan sarana prasarana strukturalnya dihancurkan, serta masih kekurangan warga yang cukup dan cakap untuk menjalankan tugas negara. Insya Allah "Restored Islamic State of Indonesia" suatu saat akan muncul, memikul tanggung jawab "Rahmatal lil 'alamin" nya Islam. Untuk muslimin yang berjuang di luar Darul Islam, silahkan ditanyakan pada mereka, secara langsung. saya tidak mau terjebak untuk menilai apa yang dilakukan saudara muslim lain.

NEGARA MANA YANG DIJADIKAN SEMACAM MODEL BAGI PENERAPAN SYARIAT ISLAM? APA KELEBIHAN MEREKA DAN JUGA AKAN KEKURANGANNYA? BAGAIMANA MENUTUPI KEKURANGAN TERSEBUT?

Jawab :

Setiap negara yang sudah mensyahadatkan dirinya sebagai negara Islam, itulah negara Islam. Tidak boleh sebuah negara Islam dikafirkan karena kekurangan , kelemahan mereka di tingkat pelaksanaan. Sebagai mana seorang muslim harus tetap diakui sebagai ahli Kiblat, selama ia tidak mencabut pengakuannya sebagai muslim. Masalah kekurangan adalah masalah sumber daya manusia, serta keinginan politik individu di dalamnya. Untuk itu proses kritik-auto kritik, nasihat menasihati, keterbukaan untuk berani menilai diri "apakah seperti ini yang dikehendaki ajaran Islam untuk dilaksanakan pemerintah" harus secara terbuka bisa dipertanyakan dan diperdebatkan dalam negara Islam itu. Inilah awal pembenahan, dari sini akan terbuka setiap ide cerdas untuk memperbaiki praktek kekuasaan muslimin dalam negara Islam. Satu satunya model yang berusaha diserap adalah model negara Islam yang pernah didirikan dan dipimpin Rosulullah saw. Model yang saya maksud adalah spirit keadilan dan keshalehannya dalam menjalankan Negara Islam. Adapun sarana pendukung tentu saja harus mengikuti keadaan zaman.

APAKAH TIDAK ADA ALTERNATIF LAIN DI LUAR PENERAPAN SYARIAT ISLAM?

Jawab :

Alternatif bagaimana yang anda maksud, apa yang anda maksud dengan "di luar penerapan syari'at Islam" apa diganti menjadi lomba puisi Islam, lomba retorika mengkomunikasikan ajaran Islam? Pertanyaan ini memiliki tingkat kegamanagan yang kental. Bukankah pertanyaan anda pertama adalah soal tuntutan penerapan syari'at Islam? be focus, please.

SEJAUH MANA TUNTUTAN PENERAPAN ISLAM MERUPAKAN REPESENTASI DARI KEINGINAN UNTUK MEWUJUDKAN ISLAM SEBAGAI RAHMATAN LIL ALAMIN?

Jawab :

Saya balik bertanya, bagaimana caranya agar Islam menjadi rahmatan lil 'alamin kalau tidak diterapkan? Logikanya sangat simple sebenarnya. Apakah anda fikir dengan dituliskan menjadi jutaan buku tebal, Islam akan menjadi rahmat bagi semesta? Atau dibicarakan di seluruh radio, media cetak, Islam menjadi rahmat? Justru terasanya jadi rahmat kalau dilaksanakan. Hari ini Islam tidak terasa menjadi rahmatan lil alamin, karena dijegal untuk dilaksanakan dalam bentuknya yang asli, seperti pemerintahan Islam di Madinah di era Rosulullah saw. Islam tertunda jadi rahmat bagi semesta alam, karena banyak muslimin yang "ragu" kalau itu akan menjadi rahmat kalau diterapkan dan dilaksanakan.

JIKA SYARIAT ISLAM DITERAPKAN, BUKANKAH NANTINYA AKAN ADA SEMACAM POLISI AGAMA? BAGAIMANA MENJAMIN POLISI TIDAK KORUP?

Jawab :

Tidak ada jaminan seorang manusia tidak korup, karena itu yang harus diperkuat adalah sistemnya. Sehingga bila orangnya korup, ya diadili, dihukum sesuai dengan keadilan hukum Islam. Dalam Negara Islam Indonesia misalnya. Dalam undang undang dasarnya dinyatakan bahwa Dasar negara adalah Islam, hukum yang tertinggi adalah Quran dan hadits shohih. Hadirnya negara sebagai sebuah organisasi hukum tertinggi, sebagai satu sistem pemerintahan, adalah dalam rangka menekan kemungkinan munculnya manusia manusia korup tadi, baik itu polisi atau bahkan Imam sekalipun. Semuanya tidak ada yang kebal hukum, semua adalah objek hukum Publik Islam. Dengan persamaan di depan hukum inilah tindakan korup bisa diluruskan, seperti dikatakan khalifah ke 3: Kekuasaan (disimbolkan dengan pedang) meluruskan orang yang tidak bisa diluruskan dengan Al; Quran.

Pertanyaan : "Jika syariat Islam diterapkan, bukankah nantinya akan ada semacam polisi agama? Bagaimana menjamin polisi tidak korup?" berangkat dari dugaan negatif atas praktek kekuasaan Islam. Di jaman nabi tidak ada yang disebut polisi agama. Polisi itu tugasnya mengawal undang undang. Sedangkan undang undang itu sebelum terbit, sudah digodok dulu di Majlis Syuro, dan setelah diundangkan, maka berlaku bagi semua orang. Termasuk aparat pelaksana hukum itu sendiri. Jawab : Saya balik bertanya, apa di negara yang menjadi mbahnya demokrasi sekuler, Amerika misalnya, ada jaminan disana tidak ada polisi yang korup? Sebenarnya praktek kenegaraan itu dimana mana relatif sama, baik di negara Islam maupun di negara non Islam, yang beda adalah "ruh kenegaraannya". Sehingga negara Islam, pun boleh belajar dari praktek kenegaraan negara lain dalam menjaga jangan sampai ada orang yang korup dalam melaksanakan sistem Islam. Ini masalah kontrol individu/aparat, bukan masalah islamnya itu sendiri. Karena ada kemungkinan korupnya individu, maka hukum harus ditegakkan dan bersifat memaksa, harus ada “law enforcement”. Andai sudah ada kemungkinan manusia korup, hukumnya malah tidak ditegakkan, maka semakin besar kemungkinan korupnya.

BAGAIMANA MENJAMIN PRAKTIK-PRAKTIK POLITIK TIDAK KORUP? SEBAB, JIKA SAMPAI KORUP, BUKANKAH INI JUSTRU AKAN MENGHANCURKAN CITRA ISLAM ITU SENDIRI?

Jawab :

Islam tidak pernah tercoreng dengan korupnya pribadi pribadi yang melaksanakannya. Jutaan orang yang mengaku muslim ada yang menjadi pelacur, pencuri, perampok, pembunuh, apaka tindakan korup mereka mencoreng Islam? atau mencoreng harga diri mereka sendiri? Jutaan Nashrani menjadi perampok, pelacur, bahkan melakukan genocide massal terhadap satu bangsa, apakah tindakan korup mereka mencoreng citra Kristiani, atau mencoroeng bangsa itu sendiri? Orang yang bijak tidak pernah tergoda untuk melakukan extrapolasi naif seperti itu. Kesalahan orang tetap menjadi kesalahan orang. Adapun untuk menilai Islam, bukanlah dari ajarannya, harus dari konsepnya itu sendiri. Jadi ini merupakan dua hal yang berbeda. Dalam negara Islam di masa awal, misalnya pada dinasti Abbasiyyah, pernah terjadi praktek suram kenegaraan, tapi tidak merusak citra Islam. Justru hari ini di barat dan di timur, terjadi booming, ribuan oprang masuk Islam. Mereka tidak terhalang dengan adanya muslim yang korup. Mengapa takut dengan penerapan syari'at Islam, hanya karena khawatir ada kemungkinan orang yang korup. Justru karena ada kemungkinan korup tadi, syari'at Islam harus ditegakkan! Bukan sebaliknya. ( Diwawancarai Oleh Drs. Ahmad Syarif thn 2003)


[1] Bulughul Marom, Bab Jihad, hadits no 1288.